buletin aufklarung.com - Perjalanan filsafat
merupakan proses yang panjang dan menjadi dasar bagi perkembangan peradaban
manusia. Filsafat tidak hanya berkaitan dengan aktivitas berpikir, tetapi juga
bagaimana gagasan tersebut hadir, bertahan, dan berkembang dalam setiap peradaban
sebagai upaya pencarian kebenaran.
Tokoh-tokoh besar
seperti Socrates memberikan kontribusi nyata terhadap ilmu pengetahuan yang
diteruskan oleh murid-muridnya, yaitu Plato, Aristoteles, dan tokoh filsuf
lainnya. Tradisi ini kemudian berlanjut pada pemikiran filsuf Muslim, misalnya
Al-Kindi, hingga ke pemikiran Barat seperti Niccolò Machiavelli dengan gagasan
realisnya.
Perkembangan ini
menunjukkan bahwa setiap peradaban selalu melahirkan dan mewariskan
gagasan-gagasan baru. Dari proses tersebut lahir berbagai aliran filsafat,
antara lain rasionalisme dan empirisme, yang posisinya dapat diibaratkan
seperti kutub utara dan selatan karena perbedaan pandangan yang kontras.
Seperti halnya
seorang filsuf bernama Immanuel Kant yang tidak sekadar berada di tengah-tengah
kedua aliran tersebut, tetapi justru menggabungkan dan merumuskan sintesis dari
keduanya. Ia lahir di kota Königsberg (1724–1804), Jerman
Kant memilih jalur
intelektual yang lebih tenang, ia dikenal sebagai pribadi disiplin, yang
sebagian besar hidupnya dihabiskan untuk menulis dan mengembangkan gagasan
filsafat dari ruang studinya. Dalam usahanya mencari kebenaran, Kant berhasil
mempertemukan dua aliran besar dalam filsafat.
Aliran tersebut
meliputi rasionalisme, yang menekankan bahwa pengetahuan diperoleh
melalui akal, dan empirisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan bersumber
dari pengalaman indrawi. Bagi Kant, kedua pandangan tersebut tidak cukup
diterima begitu saja sebagai kebenaran. Ia melakukan peninjauan ulang, kemudian
menyatukan keduanya untuk melahirkan perspektif baru yang lebih komprehensif.
Gagasan sintesis
inilah yang kemudian dikenal sebagai “transendentalisme”, yaitu pandangan bahwa
pengetahuan tidak hanya bergantung pada pengalaman maupun akal semata,
melainkan pada struktur dasar pikiran manusia yang memungkinkan pengalaman dan
pengetahuan itu terbentuk.
Transendentalisme,
sebagai filsafat yang dikembangkan oleh Kant, bertujuan untuk menguji keabsahan
pengetahuan secara kritis. Pemeriksaan ini dilakukan dari dalam diri subjek,
bukan semata-mata melalui pengalaman empiris.
Dengan ini, Kant
meyakini adanya peran penting pengetahuan apriori, yaitu pengetahuan
yang muncul sebelum pengalaman, yang dapat mendorong akal budi untuk menemukan
kebenaran baru tanpa harus selalu bergantung pada pengujian empiris.
Dalam pemikiran
Immanuel Kant, terdapat tiga pertanyaan mendasar yang menjadi acuan pencarian
kebenaran: (1) Apa yang dapat saya ketahui? (2) Apa yang seharusnya saya
lakukan? dan (3) Apa yang dapat saya harapkan?
Ketiga pertanyaan tersebut
dijawab dalam tiga karya utamanya, yaitu Kritik der reinen Vernunft
untuk menjawab pertanyaan pertama, Kritik der praktischen Vernunft untuk
menjawab pertanyaan kedua, dan Kritik der Urteilskraft untuk menjawab
pertanyaan ketiga.
Kant berusaha
menemukan prinsip-prinsip apriori dalam rasio yang berkaitan dengan
segala sesuatu di luar subjek, yang ia sebut sebagai syarat-syarat kemungkinan.
Dengan demikian, filsafat Kant berfungsi sebagai sintesis antara rasionalisme
yang menekankan peran apriori, dan empirisme yang mengutamakan a
posteriori
Menurut Kant,
pengetahuan apriori dapat memberikan kontribusi penting terhadap
pengalaman a posteriori yang kita alami. Dalam pandangannya, filsafat transendental
tidak berhenti pada penerimaan dogmatis, misalnya dalam metafisika yang tidak
diuji kebenarannya.
Tetapi sebaliknya,
filsafat transendental berupaya menyelidiki syarat-syarat yang
memungkinkan pengetahuan itu terbentuk. Sebelum itu, Kant terlebih dahulu
meneliti kemampuan serta batas-batas rasio manusia sebagai dasar bagi proses
pencarian pengetahuan.
Istilah transendental
dalam filsafat Kant berarti melampaui pengalaman biasa. Kant tidak menilai
pengetahuan semata-mata melalui pengalaman empiris, melainkan dengan
menggunakan kekuatan akal dan struktur pengetahuan yang telah dimiliki manusia.
Dengan cara ini, ia menyelidiki syarat-syarat kemungkinan dari pengetahuan itu
sendiri.
Ketiga pertanyaan
mendasar yang telah diajukan Kant diatas, dijawab melalui karyanya Kritik der
reinen Vernunft. Karya ini terbagi ke dalam dua bagian utama, dan bagian
pertama masih dipecah lagi menjadi dua sub bagian. Bagian pertama membahas
unsur-unsur apriori dalam pengetahuan, yang terdiri atas dua sub bagian,
salah satunya adalah estetika transendental.
Dalam estetika
transendental ini, Kant menekankan bahwa cara manusia memahami objek berawal
dari sensibilitas atau kemampuan mengindra. Semua objek, menurutnya, selalu
berkaitan dengan ruang dan waktu. Misalnya, ketika melihat matahari terbit,
kita menangkap peristiwa itu dalam dimensi ruang (tempat matahari muncul) dan
waktu (kapan peristiwa itu terjadi).
Maka, pengetahuan
manusia tentang objek selalu diperoleh melalui indra. Dalam penampakan objek
terdapat dua unsur, yaitu materi sebagai isi yang ditangkap oleh indra, dan
forma sebagai struktur yang menyusun penampakan tersebut agar dapat dipahami.
Dengan itu, apa yang
tampak pada kita (fenomena) bukanlah objek itu sendiri (noumena), sebab objek
di luar diri kita pada dasarnya tidak dapat diketahui secara langsung. Melalui
estetika transendental, Kant berupaya menunjukkan dasar kesahihan matematika
sebagai ilmu. Hal ini karena matematika bersifat sintesis apriori,
sementara ruang dan waktu juga merupakan bentuk apriori yang
memungkinkan pengalaman terjadi.
Sub bagian kedua
dari bagian pertama adalah analitika transendental. Dalam bagian ini, Kant
menjelaskan bahwa subjek memiliki dua kemampuan utama, yaitu sensibilitas
(kemampuan menerima data indrawi) dan intelek (kemampuan membentuk konsep).
Keduanya bekerja secara
terpadu: sensibilitas menerima data indrawi, lalu intelek mengolahnya menjadi
konsep. Inilah yang menurut Kant, mempertemukan kembali rasionalisme dan
empirisme.
Lebih lanjut, Kant
membahas asas-asas akal budi dalam logika transendental, yaitu bentuk-bentuk apriori
dalam pikiran manusia sejauh terkait dengan objek pemahaman. Dalam proses
pengetahuan, terjadi sintesis antara data indrawi dan unsur-unsur apriori
yang oleh Kant disebut kategori-kategori
Kategori tersebut
merupakan syarat mutlak bagi pengetahuan, yang ia klasifikasikan menjadi 12
jenis putusan yang tersusun dalam 4 kelompok utama. Selain itu, tahap
berikutnya dalam pemikiran Kant adalah dialektika transendental.
Pada bagian ini,
Kant membedakan antara rasio dan akal budi. Rasio berfungsi menghasilkan
ide-ide transendental, yang meskipun tidak menambah pengetahuan baru, memiliki
peran penting dalam menyusun dan mengarahkan putusan-putusan akal budi ke dalam
suatu kerangka argumentasi yang lebih sistematis.
Dengan demikian, rasio menerima konsep-konsep dan putusan-putusan dari akal budi, kemudian menghubungkannya untuk menemukan kesatuan di bawah asas yang lebih tinggi. .
Agung Purnomo
Kontributor buletin aufklarung.com