Filsafat Islam
telah mengalami perkembangan pengetahuan dengan berbagai aliran dan mazhab yang
mencakup spektrum luas mulai dari rasionalisme hingga mistisisme. Selama
berabad-abad, para pemikir Muslim telah berusaha menjembatani antara wahyu dan
akal, antara ajaran agama dan filsafat rasional.
Salah satu
periode penting dalam perjalanan filsafat Islam terjadi pada abad ke-17, ketika
Mulla Sadra muncul sebagai salah satu pemikir terkemuka. Di tengah kemunduran
intelektual dan stagnasi pemikiran di dunia Islam yang di mulai sejak abad ke-14,
Sadra membawa pembaruan filosofis dengan menyatukan berbagai tradisi
intelektual yang ada sebelumnya dan menciptakan sebuah paradigma filsafat yang
komprehensif.
Salah satu
warisan paling penting dari Mulla Sadra adalah mazhab Hikmah al-Muta’aliyah.
Mazhab ini tidak hanya merefleksikan kedalaman pemikiran metafisis, tetapi juga
menggabungkan dimensi mistik dan etis dalam pencarian kebenaran. Mazhab Hikmah
al-Muta’aliyah, yang berarti “Filsafat Hikmah yang Transenden” atau
“Kebijaksanaan yang Unggul,” adalah aliran filsafat Islam yang didirikan oleh
Mulla Sadra (Ṣadr ad-Dīn Muḥammad Shīrāzī) pada abad ke-17.
Mazhab ini
menggabungkan berbagai tradisi intelektual yang ada dalam filsafat Islam,
seperti filsafat Peripatetik, Platonisme, ajaran Sufistik, dan teologi Islam. Mazhab
Hikmah al-Muta’aliyah menjadi salah satu mazhab filsafat yang berpengaruh
di dunia Islam, terutama di kalangan Syiah di Persia (Iran). Mazhab ini
menonjol karena sifatnya yang komprehensif, inovatif, dan integratif, di mana
Mulla Sadra menyatukan logika, filsafat, mistisisme, dan pengalaman religius ke
dalam sebuah kerangka yang konsisten dan koheren.
Mulla Sadra
hidup di masa ketika filsafat Islam mencapai puncaknya, tetapi juga menghadapi
tantangan dari kalangan ortodoks agama. Di bawah pengaruh filsuf-filsuf besar sebelumnya,
seperti Ibn Sina (Avicenna), Suhrawardi, dan mistikus besar Ibn Arabi,
Mulla Sadra mengembangkan filsafatnya sebagai jawaban terhadap ketegangan
antara rasionalitas filsafat dan intuisi mistik.
Dalam konteks
tersebut, banyak ulama cenderung mengutamakan pendekatan legalistik dan literal
terhadap agama, sehingga mengesampingkan elemen-elemen rasional dan metafisis
dari filsafat. Sadra merasa perlu untuk merumuskan ulang hubungan antara
filsafat, mistisisme, dan teologi, serta menegaskan pentingnya pencarian
kebenaran melalui ketiga dimensi tersebut (Rizvi, 2009).
Terdapat
beberapa konsep inti dalam filsafat Mulla Sadra yang menjadi dasar Mazhab Hikmah
Al-Muta’aliyah yang menjadi jalan berpikir Mulla Sadra untuk pengembangan
intelektualnya (Chittick, 2001).
Pertama, Asālat
al-wujūd (Primasi Eksistensi). Salah satu kontribusi paling penting Mulla
Sadra adalah doktrin Asālat al-wujūd, yang menegaskan bahwa eksistensi (wujud)
lebih fundamental daripada esensi (māhiyyah). Sebelum Mulla Sadra, dalam
filsafat seperti ajaran Ibn Sina, eksistensi dianggap sebagai tambahan terhadap
esensi.
Mulla Sadra
membalik pandangan ini dengan menyatakan bahwa eksistensi adalah realitas utama
yang dinamis, sedangkan esensi hanyalah abstraksi yang diambil dari eksistensi
(Rahman, 1975). Dalam pandangannya, realitas dipandang sebagai proses
eksistensial yang terus berubah, bukan sesuatu yang statis.
Kedua, gerakan
Substansial (Al-Harakah al-Jauhariyyah). Gerakan ini memiliki pandangan
bahwa segala sesuatu di alam semesta tidak hanya mengalami perubahan aksidental
(seperti perubahan kuantitas atau kualitas), tetapi juga perubahan substansial.
Dengan demikian,
Sadra menyatakan bahwa substansi suatu entitas terus-menerus bergerak dan
berkembang dalam suatu proses evolusi. Konsep ini selaras dengan pandangannya
bahwa eksistensi itu dinamis dan terus-menerus berubah.
Ketiga, Empat
Perjalanan Filsafat (Al-Asfar al-Arba’ah). Konsep ini menggambarkan
perjalanan spiritual seorang pencari kebenaran. Perjalanan pertama adalah dari
ciptaan menuju Tuhan, yang kedua adalah di dalam Tuhan, yang ketiga adalah dari
Tuhan kembali ke ciptaan, dan yang keempat adalah bersama Tuhan di dalam
ciptaan (Mulla Sadra, 1981).
Konsep ini
tidak hanya mencakup pandangan metafisis, tetapi juga mengandung dimensi mistik
dan etis yang kuat, karena menggambarkan perjalanan jiwa menuju kesempurnaan.
Keempat, keterkaitan
antara Filsafat dan Mistisisme. Mulla Sadra mengintegrasikan gagasan mistik
dari Sufisme, khususnya pengaruh dari Ibn Arabi, dengan prinsip-prinsip
rasional filsafat Islam.
Baginya,
filsafat bukan hanya pencarian rasional terhadap kebenaran, tetapi juga
pengalaman eksistensial yang mengarah pada kesatuan dengan yang Ilahi. Pencapaian
kebenaran sejati hanya mungkin melalui kombinasi rasionalitas filsafat dan
pencerahan mistik, yang menjadi fondasi hikmah al-muta’aliyah.
Kelima, Metafisika
Jiwa dan Kehidupan Setelah Mati. Konsep ini memberikan memberikan perhatian
besar pada metafisika jiwa dan eskatologi. Menurutnya, jiwa manusia adalah
bagian dari gerakan substansial dan berkembang secara berangsur-angsur menuju
kesempurnaan. Kehidupan setelah mati dipandang sebagai kelanjutan dari proses
pengembangan jiwa, di mana jiwa yang berkembang dengan baik akan mendekati
Tuhan, sementara jiwa yang gagal berkembang akan menghadapi penderitaan.
Mazhab Hikmah
al-Muta’aliyah memiliki dampak besar terhadap filsafat Islam, terutama di
dunia Syiah. Dengan menggabungkan mistisisme, filsafat, dan teologi, Mulla
Sadra memberikan kontribusi yang memungkinkan filsafat Islam bertahan di
masa-masa yang sulit ketika rasionalisme sering ditolak oleh kalangan ortodoks
agama. Pemikiran Sadra tetap menjadi referensi penting di lembaga-lembaga
pendidikan Islam hingga sekarang.
Konsep-konsep
seperti primasi eksistensi dan gerakan substansial telah mempengaruhi diskusi
metafisik modern dalam filsafat Islam. Pemikirannya mengenai gerakan
terus-menerus di alam semesta bahkan menarik perhatian ilmuwan modern yang
melihat paralel antara pandangan Sadra dan teori evolusi (Rahman, 1975).
Mulla Sadra dan
mazhab Hikmah al-Muta’aliyah yang ia kembangkan membentuk landasan kokoh
bagi perkembangan filsafat Islam modern. Dengan keberanian menggabungkan
berbagai tradisi intelektual—dari filsafat Yunani, mistisisme Sufi, hingga
teologi Islam—Sadra berhasil menciptakan sebuah sistem yang komprehensif dan
integratif.
Filsafatnya mengajarkan bahwa eksistensi adalah realitas utama yang dinamis, dan seluruh alam semesta berada dalam proses evolusi yang terus-menerus. Melalui pengaruhnya yang luas, Mulla Sadra terus memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemahaman filsafat dan agama di dunia Islam hingga saat ini.
Gerwin Satria Nirbaya
Santri Pusat
Kajian Filsafat dan Teologi