buletinaufklarung.com - Teori sosial menjadi diskursus yang tidak dapat diabaikan dalam mengatasi suatu permasalahan. Pekerjaan yang mencakup bidang-bidang seperti sosiologi, antropologi, filsafat continental menjadi pisau untuk membedah permasalahan dalam kehidupan manusia. Hal ini menjadi konsep yang dibangun oleh seorang filsuf bernama Michel Foucault.

Michel Foucault (1926-1984), seorang filsuf dan sejarawan yang beraaal dari Prancis yang memiliki keterkaitan dengan gerakan strukturalis. Ia merupakan salah satu pemikir paling berpengaruh di abad ke-20 yang pemikirannya tidak hanya menggeluti filsafat, akan tetapi juga menggeluti di area ilmiah humanistik dan sosial (Ramadhani n.d).

Seluruh karya filsafatnya didasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan dan keberadaan manusia sangat historis Karyanya yang luas dan mendalam telah secara radikal mengubah cara kita memahami kekuasaan, pengetahuan, dan bagaimana keduanya membentuk subjek manusia dan masyarakat.

Pemikirannya sangat berpengaruh dalam ilmu sosial, khususnya studi tentang kekuasaan, pengetahuan, dan institusi sosial serta membuka pemahaman baru tentang bagaimana kekuasaan beroperasi tidak hanya melalui struktur politik, tetapi juga melalui norma dan praktik sosial sehari-hari.

Foucault menantang pandangan konvensional tentang kekuasaan sebagai sesuatu yang hanya bersifat represif atau dimiliki oleh segelintir elit. Sebaliknya, ia mengemukakan bahwa kekuasaan adalah fenomena yang tersebar luas, produktif, dan beroperasi pada tingkat mikro dalam setiap relasi sosial.

Foucault menggali sejarah untuk mengungkap kekuatan dan hubungan sosial yang membentuk pemahaman kita tentang realitas, norma, dan bahkan diri kita sendiri. Menurut Foucault bahwa kekuasaan bukanlah "sesuatu" yang dapat dimiliki atau dikendalikan oleh individu, melainkan sebuah "relasi" yang meresap di seluruh tubuh sosial dan memengaruhi setiap orang secara tidak sadar (Mudhoffir 2013).

Kekuasaan, dalam pandangannya, tidak hanya bersifat represif, menekan atau melarang, akan tetapi juga "produktif". Artinya, kekuasaan secara aktif menghasilkan pengetahuan, norma, kategori individu, dan bahkan realitas itu sendiri.

Salah satu mekanisme utama kekuasaan produktif yang dianalisis Foucault adalah "disiplin" yang menjadi mekanisme kekuasaan untuk mengatur perilaku individu dalam aktivitas serta perilaku manusia.

Masyarakat modern menciptakan tubuh-tubuh yang patuh untuk dilatih dan dibentuk agar menjadi berguna dan tunduk pada norma-norma yang berlaku. Foucault menyoroti bagaimana institusi seperti penjara, sekolah, dan rumah sakit berfungsi sebagai mesin yang dirancang untuk mengendalikan dan membentuk individu. Kekuasaan disipliner ini menciptakan individualitas dengan membagi, mengatur, dan mengamati tubuh pada skala yang sangat mikro.

Disiplin beroperasi berdasarkan aturan normalitas dan penilaian berfungsi untuk menormalisasi perilaku. Ini membagi individu ke dalam kategori dan peringkat berdasarkan kepatuhan mereka terhadap aturan yang ditetapkan, sehingga "ormalitas menjadi kondisi yang diinginkan dan ideal.

Dengan demikian, Foucault secara aktif mengkonstruksi apa yang dianggap normal atau dapat diterima yang membentuk pemahaman tentang realitas itu sendiri. Pada abad ke-18, Foucault mengidentifikasi munculnya bentuk kekuasaan baru yang disebut biopower dengan berfokus pada pengelolaan populasi secara keseluruhan (Mudhoffir 2013).  

Dengan mencakup aspek-aspek vital seperti kelahiran, kematian, reproduksi, dan penyakit. Jika disiplin mengendalikan tubuh individu, biopower mengelola kehidupan populasi untuk tujuan ekonomi dan sosial yang lebih luas yakni mengoptimalkan dan mengendalikan proses-proses biologis dan demografis suatu populasi.

Bagi Foucault, pengetahuan dan kekuasaan saling mengimplikasikan satu sama lain. pengetahuan tidak ada secara independen dari relasi kekuasaan. Pengetahuan selalu dikontekstualisasikan dalam kerangka kerja yang membuatnya dapat dipahami.

Hal ini berarti bahwa apa yang kita anggap sebagai kebenaran atau pengetahuan seringkali merupakan produk dari relasi kekuasaan tertentu yang beroperasi dalam masyarakat.

Hasil akhirnya adalah internalisasi aturan dan regulasi, di mana masyarakat menjadi kurang bersedia untuk menentang hukum yang tidak adil, dan pengawasan merambah ke aspek-aspek kehidupan yang semakin pribadi.

Foucault tidak hanya menganalisis mekanisme kekuasaan, tetapi juga mengembangkan metodologi unik yang disebut arkeologi dan genealogi. Ia secara terus-menerus menggunakan prinsip diskontinuitas dan perbedaan dalam analisisnya, untuk meruntuhkan gagasan filosofis tentang esensi yang tidak berubah dalam sejarah, termasuk konsep manusia atau sifat manusia dalam filosofi humanis (Puspitasari 2016).

Ia berpendapat bahwa tidak ada satu pun fondasi tunggal untuk pengetahuan atau satu penjelasan tunggal untuk semua aktivitas manusia dan organisasi sosial; sebaliknya, ini adalah masalah keterkaitan dari berbagai elemen yang kompleks dan berlapis.

Meskipun dituduh nihilisme politik dan etika, Foucault memiliki pandangan etis yang kuat dalam karyanya. Ia berargumen bahwa ia ingin membuat praktik kekuasaan tertentu yang selama ini dianggap biasa menjadi "tidak dapat ditoleransi" dengan mengeksposnya ke dalam pengawasan.

Ia melihat tugasnya untuk membuat orang menyadari betapa tidak dapat ditoleransinya beberapa praktik kekuasaan yang sebelumnya dianggap biasa, dan menunjukkan kepada mereka bahwa segala sesuatu bisa berbeda.

Pemikiran Michel Foucault menjadi alat analisis yang sangat relevan untuk memahami masyarakat kontemporer. Ia mengajarkan kita untuk melihat kekuasaan bukan sebagai entitas yang terpusat, melainkan sebagai jaringan relasi yang kompleks dan produktif

Dengan mengungkap mekanisme-mekanisme ini, Foucault mendorong kita untuk secara kritis mempertanyakan norma-norma yang berlaku dan menantang praktik-praktik kekuasaan yang mungkin telah kita internalisasi. Warisannya adalah ajakan untuk selalu waspada terhadap cara kekuasaan beroperasi, bahkan dalam bentuknya yang paling halus dan tak terlihat, demi memperjuangkan kebebasan dan otonomi yang lebih besar.

Ro’iyal A’la Muzakki

Santri Pusat Kajian Filsafat dan Teologi