Marcus Aurelius (121-180 M) merupakan seorang filsuf Stoik sekaligus kaisar Romawi yang berkuasa dari tahun 161 hingga 180 M, lahir di Roma. Marcus Aurelius mendapatkan pendidikan terbaik dalam filsafat, retorika, dan hukum. Dia menjadi murid Epictetus dan kemudian dikenal sebagai salah satu tokoh utama dalam ajaran Stoik.

Sebagai kaisar, ia dikenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana, meskipun dihadapkan pada banyak tantangan seperti peperangan dan wabah penyakit. Marcus Aurelius menulis "Meditations", sebuah kumpulan refleksi pribadinya tentang kehidupan dan kepemimpinan. Tulisannya itu dianggap sebagai salah satu karya besar dalam Filsafat Stoik dan tetap relevan hingga saat ini.

Dalam Filsafat Stoikisme, ia mengajarkan tentang ketenangan batin, kendali diri, dan kebajikan sebagai jalan menuju kebahagiaan dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendekatan sebagai seorang kaisar. Gagasan tersebut termuat dalam karyanya yang bejudul “Meditation” yang mencurahkan pemikirannya dan mencerminkan prinsip-prinsip stoik tentang kehidupan, tanggung jawab, dan kepemimpinan.

Bagi Marcus, kepemimpinan adalah tentang melayani publik dan mempraktikkan kebajikan moral. Ia meyakini bahwa seorang pemimpin harus dilengkapi dengan kebijaksanaan, keberanian, keadilan, dan kendali diri.

Dalam karyanya yang berjudul Meditation yang berbunyi "Dari Maximus, aku belajar bagaimana caranya mengelola diriku sendiri, dan untuk tidak tergoyahkan oleh hal remeh apapun; serta untuk terus penuh semangat dalam berbagai situasi; termasuk juga saat menderita sakit; dan untuk membangun karakter moral yang seimbang, bersikap lembut namun tetap bermartabat, serta untuk melakukan apapun yang ditugaskan kepadaku tanpa berkeluh kesah." (Putri, 2021)

Sebagai pemimpin dan politikus, ia sering dihadapkan dengan berbagai tantangan, seperti ancaman luar yang terjadi pada invasi suku barbar dan masalah internalnya seperti wabah penyakit dan kebobrokan administratif. Selain itu, kepemimpinan Marcus juga diwarnai dengan berbagai tantangan, salah satu-nya ketika dihadapkan oleh perang Marcomanni yang mengalami konflik militer dengan suku barbar diperbatasan Romawi (Tahtanti, 2023).

Di lain sisi, Marcus juga dihadapkan oleh wabah Antonine yang menghantam jutaan orang dan merusak kekuatan ekonomi serta militer Romawi. Namun hal tersebut, tidak menjadi alasan bagi Marcus untuk tetap menunjukkan ketangguhan dan kesabaran-nya dalam menghadapi kekrisis-an yang terjadi. Ia tetap memberikan semangat untuk mendistribusikan bantuan dan memberikan perhatian kepada rakyat-nya dalam melalui masa-masa sulit tersebut (Horgan, 2019),

Dalam ranah politik, Marcus Aurelius berusaha menerapkan prinsip-prinsip keadilan dan kebajikan yang diajarkan oleh Stoikisme. Ia berupaya memperbaiki sistem hukum dan pemerintahan dengan mengurangi korupsi dan meningkatkan efisiensi administratif. Marcus meyakini bahwa seorang pemimpin harus adil dan tidak memihak, serta harus bertindak demi kebaikan bersama.

Sebagai contoh, Marcus mendorong meritokrasi dalam pemerintahan dengan memilih pejabat berdasarkan kemampuan dan integritas, bukan atas dasar kekayaan atau hubungan politik. Ia juga memberikan perhatian besar pada pendidikan dan filsafat, karena ia percaya bahwa pemahaman dan pengetahuan adalah kunci untuk pemerintahan yang baik.

Warisan kepemimpinan Marcus Aurelius sebagai seorang kaisar Romawi dan filsuf terus dihargai hingga kini. Ia memberikan pandangan terkait pemahaman seorang pemimpin dalam menggabungkan kebijaksanaan filosofi dengan tindakan nyata untuk mengatasi berbagai tantangan. Pandangan Marcus tentang kebajikan, pelayanan publik, dan integritas tetap relevan dalam konteks kepemimpinan modern.

Dalam buku Meditations karya Marcus Aurelius merupakan salah satu teks filsafat yang sangat berpengaruh dan tetap banyak dibaca hingga sekarang. Karya ini tidak hanya memberikan gambaran tentang pemikiran pribadi Marcus, tetapi juga menyediakan panduan moral bagi siapa saja yang ingin menjadi pemimpin yang bijaksana dan adil.

Tentunya aliran stoik berperan cukup signifikan dalam dirinya. Hal ini berdampak pada filosofi stoik miliknya yang tak hanya terletak pada perkembangan filosofis dan hukum, tetapi juga pada pengembangan karakter individu (Muhammad, 2023).

Kepemimpinan Marcus Aurelius juga menunjukkan pentingnya ketangguhan mental dan emosional dalam menghadapi krisis. Di dunia yang sering penuh dengan ketidakpastian dan tantangan, sikap Stoik yang ditunjukkan oleh Marcus dapat menjadi pedoman yang sangat berharga.

Salah satu ajaran stoik miliknya yakni tentang hidup selaras dengan alam (in accordance with nature). Hidup yang selaras dengan alam bukan berkonotasi purba, melainkan pada fitrah manusia sebagai makhluk yang bernalar (Kirana, 2023).

Sehingga dengan nalar yang optimal, manusia mampu menjadi sosok yang bijak. Setidaknya ia mampu dengan baik menjalani seluk-beluk kehidupan, meskipun penuh dengan adanya tantangan di setiap aktivitasnya.

Sholahuddin al-Ayyubi

Santri Pusat Kajian Filsafat dan Teologi