Musyawarah Perwakilan Mahasiswa (MPM) merupakan forum tertinggi organisasi mahasiswa (ORMAWA) di Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah, Tulungagung (UINSATU). Hal ini juga ditegaskan oleh Izzul selaku Ketua Pelaksana MPM dalam sambutannya yang kembali mengingatkan bahwa acara ini merupakan forum yang luhur karena melakukan beberapa sidang yang difungsikan guna merubah pasal-pasal yang akan menjadi aturan kedepannya. Perubahan aturan ini tentunya berorientasi pada aspek kemaslahatan.

Di lain sisi, Afiq Alfian selaku Ketua Umum Senat Mahasiswa Universitas Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung juga juga berharap bahwa forum tertinggi ini mampu mencapai hasil yang signifikan yang berbasis kemaslahatan terkait hasil daripada perubahan yang akan ditetapkan nanti ketika sidang berlangsung. Dalam hal ini ia melimpahkan harapan tersebut kepada semua komponen yang ikut andil dalam persidangan saat itu.

Di samping itu, hadirnya Dr. H. Darin Arif Mualifin, S.H, M.Hum. (Wadek 3 FASIH) yang mewakilkan Prof. Abad Badruzzaman, Lc., M.Ag. (Warek 3) juga mampu menyadarkan pentingnya permusyawaratan kepada segenap peserta yang hadir ketika pembukaan kegiatan ini. Ia merujuk pada sila ke-empat Pancasila yang terfokus pada kata ‘hikmat’. Ia menjelaskan bahwa hikmat yang dimaksud dalam konteks ini adalah berbicara dari hati ke hati sehingga mampu mencapai kemaslahatan komunal, setidaknya gambaran ini mampu dilakukan oleh segenap peserta sidang dalam kegiatan MPM tahun ini.

Pelaksanaan MPM tahun ini pada awalnya disosialisasikan oleh Ketua Pelaksana dan Ketua Umum SEMA-U pada setiap ORMAWA UINSATU pada tanggal 4 dan 5 September 2023. Informasi yang diberitakan pada forum tersebut yaitu MPM tahun 2023 dilaksanakan pada tanggal 25 hingga 29 September 2023. Tentunya segenap panitia pelaksana merancang jadwal ini berdasarkan pertimbangan MPM tahun lalu yang memakan waktu hingga enam hari.

Akan tetapi rancangan konsep tersebut berbanding terbalik pada kenyataannya. Pelaksanaan MPM tahun ini sangat singkat dan benar-benar tidak pernah terprediksi sebelumnya, yakni hanya memakan waktu dua hari.

Dengan kejadian yang seperti itu, tampaknya forum tertinggi ini telah jatuh dan kehilangan kesakralannya. Hal ini dikarenakan MPM yang seharusnya mampu berfungsi untuk mencapai kemaslahatan komunal, tapi kenyataannya dilakukan dengan remeh dan tanpa perhatian secara matang. Oleh karenanya fakta yang seperti ini, menurut penulis MPM dianggap gagal karena telah cacat dalam pelaksanaannya, adapun hasil dari forum ini tentu menjadi dasar hukum yang sama cacatnya!

Temuan empiris terkait kecacatan forum ini terjadi saat pergantian presidium sementara kepada presidium tetap. Proses ini tentunya berpatokan pada Tata Tertib yang telah dikonsiderankan oleh presidium sementara, tapi yang terjadi saat itu Afiq Alfian selaku Presidium 1 yang masih berposisi sebagai presidium sementara sama sekali tidak mengindahkan Tata Tertib yang jelas baru dikonsiderankan beberapa jam yang lalu!

Pada saat itu, pemilihan presidium sementara kepada presidium tetap hanya mendapatkan satu orang saja (calon yang bersedia kurang dari tiga orang). Jika mengacu pada Draft Tata Tertib yang telah dikonsiderankan, maka kejadian seperti ini (calon presidium yang kurang dari tiga orang) harus dipilih lagi melalui mekanisme yang ditentukan dan disepakati secara bersama oleh peserta sidang. Sehingga benar-benar menghasilkan sejumlah tiga calon presidium tetap.

Adapun memang perihal sebelumnya sangat sulit untuk diupayakan, maka Tata Tertib yang telah dikonsiderankan tadi harus dirombak ulang dan disesuaikan dengan yang terjadi pada lapangan. Tindakan yang seperti ini tentunya untuk menjaga kesakralan forum dan mengantisipasi kesewenang-wenangan subjektif. Menurut penulis tampaknya Afiq Alfian yang saat itu masih berposisi sebagai Presidium 1 sementara memang tidak berkompeten sama sekali! Dalam kejadian yang seperti ini, ia juga telah bertindak sesukanya sendiri dengan mengesampingkan aturan yang ada di Tata Tertib!

Sedangkan pada hari kedua, penulis juga kembali menemui ketidaksesuaian yang berefek pada hilangnya kesakralan MPM tahun ini. Hal ini disebabkan oleh Muhammad Maftuh yang pada saat itu menjadi Presidium 1 tetap. Menurut penulis ia dirasa kurang cakap dan kurang bijaksana dalam memimpin sidang ART pasca ishoma di hari kedua.

Penulis menemukan data bahwa ia semena-mena dalam memimpin sidang karena dua aspek yakni; pertama, ia kurang memperhatikan waktu telaah yang telah disepakati. Pada kesepakatan awal, waktu telaah yang diberikan adalah tiga menit pada pembacaan tiap pasal. Akan tetapi pada saat itu, ia kerapkali mengebiri waktu tersebut dan tentunya mendapatkan cuitan dari beberapa peserta persidangan yang bersuara “pelan-pelan presidium!!!” seakan mereka (memang) dicederai oleh yang bersangkutan.

Kedua, Maftuh selaku Presidium 1 tidak mengindahkan order pending persidangan yang berasal dari beberapa peserta. Pada saat itu order ini muncul pada sekitar pukul 14.45 WIB namun awalnya ia tidak mengindahkan hal ini. Beberapa menit kemudian order ini muncul lagi, namun ia tetap bersikeras melanjutkan forum tanpa mengindahkan permintaan peserta sidang.

Alhasil forum persidangan tersebut menjadi remeh dan hilang kesakralan di dalamnya. Pada momen yang seperti ini forum persidangan seperti paduan suara yang kompak menyuarakan “SEPAKAT” tanpa adanya pertimbangan yang matang. Di lain sisi Presidium 1 juga tidak mempertimbangkan kondisi forum yang terjadi demikian. Tentunya menurut penulis, ia sangat tidak bijaksana karena mengesampingkan ketertiban forum!   

Hingga pada akhirnya, sebagian banyak dari peserta sidang melakukan walk out. Tampaknya hal ini memang disebabkan oleh luka psikis yang disebabkan oleh semena-menanya Presidium 1 saat itu. Namun anehnya lagi, forum yang sudah tidak memenuhi quorum tersebut tetap dilanjutkan.

Selain itu, penulis juga kecewa terhadap peserta peninjau. Meskipun mereka yang hadir merupakan tiga orang yang menjadi presidium di MPM tahun lalu, namun mereka sangat tidak berkompeten! Hal ini dikarenkan peserta peninjau tidak mampu dan memang tidak cakap dalam menegaskan kepada presidium tetap maupun peserta persidangan bahwa mereka saat itu berada dalam majelis yang suci.

Di lain sisi, tiga orang ini menurut penulis benar-benar minus tentang muatan pasal! Hal ini dikarenakan mereka tidak pernah menyuarakan maupun mengarahkan kepada segenap peserta bahwa pasal yang dihadapi merupakan pasal yang memiliki urgensi. Tampaknya mereka benar-benar buta (tidak paham) tentang sakralnya forum ini!

Alangkah baiknya menurut penulis karena MPM kemarin dianggap gagal, maka sebaiknya SEMA-U selaku organisasi yang memiliki otoritas terkait MPM serta Afiq Alfian yang menjabat sebagai Ketua Umum untuk MENGUPAYAKAN SIDANG ULANG MPM! Jika memang mereka tidak bertindak, maka mereka sama saja seperti RAYAP YANG MENGGEROGOTI TIANG! Yakni SENGAJA MEROBOHKAN LANDASAN UTAMA ORMAWA KAMPUS!!!

Santri Pusat Kajian Filsafat dan Teologi

Calvyn Dwi Krisdatama