Silir angin segar dari ufuk selatan pada siang hari telah memberikan nafas Intelektual bagi keluarga besar Pusat Kajian Filsafat dan Teologi dalam rangka reuni akbar dan halal bihalal, dengan mengusung tema "Ya Muhharik, Suwwu Shufuufakum" bertempat di Joglo Agung. Pada hari Minggu, 07 Maret 2023.

Direktur PKFT 2022-2023 Muhammad Hasbunal Kafi menyampaikan progress report dari serangkaian kegiatan yang sudah dijalankan oleh PKFT di setengah periode jabatannya. Selain itu, Kafi juga menegaskan bahwa “Dalam melebarkan sayap PKFT, kader-kader PKFT tidak boleh terhegemoni dalam politik identitas yang cenderung membawa berbagai konflik (fanatisme khususnya). Hal tersebut akan menghambat perkembangan dari kader PKFT dan tentu saja tidak mencerminkan ciri khas kader PKFT yang cinta terhadap kebijaksanaan,”.

Dalam sarasehan acara tersebut, Bapak Supriyadi selaku direktur pertama di PKFT menegaskan kepada para kader bahwa terkait internal itu tidak hanya berproses dan berpikir saja. Tapi, juga penting mengelolah dzikir (batiniah) dalam melakukan seluruh kegiatannya. "Saya berpesan bahwa di PKFT ini anggaplah sebagai media belajar, sehingga teman-teman bisa belajar secara total dan bebas. Memang keadaan saat ini semakin ingar binger, tapi jika temen-temen dzikirnya kuat dan tujuannya kuat bukan suatu masalah." Imbuhnya.

Kemudian dilanjut perbincangan dari Pak Saiful Mustofa dengan menunjukkan progres dari kader PKFT dalam hal kepenulisan, dibuktikannya buku berjudul Manifesto Kolumnis. "Ini isinya seputar pemikiran dari sahabat-sahabat PKFT yang kader aktif. Dan kenapa diberi judul Kolumnis? Sejatinya mereka semua adalah kolumnis, dan semoga kader-kader PKFT semakin berkembang dalam mengasah kemampuan kepenulisannya," ungkapnya.

"Dan buku ini adalah capaian luar biasa dari tim angkatan Direktur Kafi dan generasi-generasi di bawahnya yang menyokong. Karena tidak mungkin satu generasi bisa menghasilkan satu buku," Imbuhnya. Saiful Mustofa juga menjelaskan bahwa buku tersebut merupakan bukti sahih sebagai penunjang keprofesian di suatu hari mendatang.

Tidak hanya itu, Saiful Mustofa juga menunjukkan buku berjudul Sudut Pandang sebagai launching dalam acara halal bihalal tersebut. Dalam sebuah kata pengantar buku tersebut dirinya juga menuliskan bahwa parameter utama seorang intelektual dan seorang pemikir adalah dilihat dari karyanya dan bukan wacana semata. "Makanya saya berkali-kali ngomong, kalau kamu ingin menjadi intelektual minimal pernah menerbitkan suatu tulisan," tegasnya.

Prof. Ngainun Naim juga menyampaikan bahwa tulisan yang selalu hidup merupakan suatu hal yang tidak habis dimakan zaman. “Ciptankan sesuatu yang tidak mudah diciptakan oleh orang lain. Seperti halnya menulis, menulis itu perbuatan yang tidak ada hasilnya di mata orang biasa, terlebih bagi orang yang tidak berpikir. Namun kekuatan tulisan itu melampaui eksistensi ruang dan waktu,” tegas beliau pada kader-kader PKFT.

"Jadi tugas kita menciptakan kontekstual atau rekontekstualisasi. Dan saya ingat itu ketika kuliah di Jogja salah dosen kami mengatakan apa yang bisa kamu lakukan di Tulungagung yang kota kecil tidak ada apa-apanya? Dan saya menjawab, makanya saya kesini prof di jogja. Dan beliau menimpali, kalau kamu ke sini tidak jadi apa-apa, jogja itukan gudangnya orang pinter, komunitas, penerbit dan kelompok diskusi. Kalau kamu ke sini itu cuman akan jadi debu kecil. Maka, kalau kamu ke sini besar, bangunlah komunitas di tempatmu dan ciptakan sesuatu yang baru serta orang tidak bisa melalukannya, maka kamu akan menjadi orang yang besar dan membangun komunitas," jelas beliau.

Tidak hanya itu, Komunitas semacam ini (bacanya: PKFT) memang pekerjaan yang tidak disukai segelintir orang, tapi ini akan selalu menjadi penanda peradaban. Dan itulah mengapa kalimat “Ya Muhharik, Suwwu Shufuufakum” dipampang secara jelas dalam reuni kali ini, karena memang perlu barisan yang solid untuk mencapai tujuan mulia PKFT sebagai pusat pemberadaban masa depan.

 

Al-Fatih

Santri Pusat Kajian Filsafat dan Teologi