“Tanpa memiliki bekal intelekual, kaum
proletar akan tetap menjadi kaum proletar”
Dalam kehidpuan bermasyarakat, kesenjangan
sosial telah menjadi suatu pemandangan yang lazim kita temui (lebih tepatnya
telah kita normalisasi). Kesenjangan sosial ini menimbulkan kelas-kelas sosial,
dimana masyarakat kelas bawah akan selalu mengalami ketertindasan.
Karl Marx mengatakan hal ini tidak akan
bertahan lama, sebab kelas bawah akan tersadarkan bahwa mereka ditindas oleh
kelas atas. Hal ini terbukti ketika masyarakat mulai mencetuskan berdirinya
lembaga-lembaga sosial.
Akan tetapi, kehadiran lembaga sosial ini akan
menjadi sia-sia apabila mereka tidak memiliki bekal intelektual organik. Sebab tanpa
adanya intelektual organik, lembaga-lembaga sosial ini tak lebih dari sekedar
organisasi yang hanya menyatukan rakyat tertindas.
Intelekual organik (organic intellectual)
sendiri merupakan gagasan yang ditawarkan oleh Antonio Gramsci yang
terangkum dalam Gramsci’s concepts of
hegemony. Teori hegemoni yang digagas oleh Antonio Gramsci merupakan
perluasan terhadap pemikiran dasar-dasar konsep hegemoni yang telah diletakkan
oleh Lenin.
Konsep hegemoni yang diletakkan oleh Lenin
terfokus pada kelas pekerja dan anggota-anggotanya untuk memperoleh dukungan
mayoritas yang dibungkus dengan strategi revolusi mereka. Akan tetapi, menurut
Gramsci hegemoni bukan hanya terfokus pada kelas pekerja saja melainkan
mencakup peran kelas kapital dan anggotanya, baik dalam merebut kekuasaan
negara maupun mempertahankan kekuasaan yang sudah dimiliki (Siswati, 2017).
Gagasan yang ditawarkan oleh Gramsci tersebut
dapat dipahami bahwa hegemoni bukan hanya terpaku pada dimensi kelas pekerja
saja, tapi juga mengikutsertakan dimensi nasional – kerakyatan. Tawaran ini
juga menyertakan pengertian intelektual organik menurut Gramsci yang bukan
hanya terbatas pada ahli sastra, filosof, dan seniman yang ditandai dengan
aktivitas berpikir saja. Akan tetapi, menurut Gramsci intelektual organik
adalah semua orang yang mempunyai fungsi sebagai organisator dalam semua
lapisan masyarakat (Siswati, 2017).
Jika meninjau kembali dalam Gramsci’s concepts of hegemony yang
memberikan dua dimensi hegemoni yaitu kelas pekerja dan nasional kerakyatan,
maka konsep ini juga berimbas pada dimensi intelektual organik itu sendiri.
Gramsci berpendapat bahwa ada dua dimensi intelektual organik yaitu intelektual
kelas borjouis dan intelektual kelas pekerja.
Dimensi intelektual kelas borjouis berada pada
organisator politik yang menyadari identitas yang diwakili dan yang mewakili.
Pada dimensi ini intelektual organik memiliki fungsi bertindak sebagai agen
kelas untuk mengorganisir hegemoni dalam masyarakat sipil dan mendominasi
melalui aparat negara.
Sedangkan pada dimensi intelektual kelas
pekerja berada pada partai revolusioner yang setiap anggotanya harus dianggap
sebagai seorang intelektual organik terlepas dari apapun tingkat pendidikannya.
Dalam hal ini Gramsci berpendapat bahwa partai revolusioner merupakan barisan
terdepan kelas pekerja yang berfungsi mengorganisir dan menyatukan semua
kekuatan yang diperlukan untuk revolusi (Siswati,
2017).
Dalam penerapannya partai ini juga harus
menjalin kerjasama dengan dengan pekerja dan petani. Partai ini juga dilimpahkan
tanggungjawab memimpin reformasi intelektual dan moral yang difungsikan dalam
rangkah menerapkan hegemoni serta meraih transisi menuju sosialisme.
Dengan intelektual organik kaum proletar secara
terorganisir dapat mencari berbagai metode untuk survive dan mencari jalan
keluar dari situasi ketertindasan yang mereka alami. Selain itu, kaum proletar
juga akan memiliki konsepsi terkait sistem pemerintahan yang nantinya akan
mereka laksanakan tatkala revolusi proletar berhasil dicapai.
Akhmad Rosyi Izzulhaq
Santri Pusat Kajian Filsafat dan Teologi