Akhmad Nur Khoiri


Pada hakikatnya manusia dilahirkan dengan kondisi yang sama, hingga pada akhirnya perbedaan latar belakang (faktor ekonomi khususnya) menimbulkan perbedaan bagi kehidupan manusia. Perbedaan latar belakang manusia menjadi motif kuat dalam timbulnya berbagai tindakan kriminal di kehidupan masyarakat.

Berlandaskan pada situasi yang dialami masyarakat, keadilan menjadi suatu konsep yang didambakan oleh masyarakat yang termarjinalkan. Keadilan sendiri menjadi suatu situasi utopis untuk direalisasikan, bahkan tokoh revolusioner seperti Karl Marx mengalami kesulitan dalam merealisasikan teorinya. Namun apa jadinya ketika seorang pemuda memiliki kekuatan supranatural untuk membasmi kejahatan di muka bumi? Apakah keadilan berhasil ditegakkan atau justru menimbulkan kejahatan baru dalam bentuk lain?

‘Death Note’ merupakan serial anime yang disutradarai oleh Tetsurō Araki dimana serial anime ini diadopsi dari manga berjudul ‘Desu Nōto’. Death Note bercerita tentang kisah seorang siswa sekolah menengah atas di Jepang bernama Light Yagami, yang menemukan buku death note milik shinigami (dewa kematian dalam cerita rakyat Jepang) bernama Ryuk. 

Light merasa dunia telah busuk karena dipenuhi oleh orang-orang yang tidak berguna (penjahat), sehingga Light berambisi untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Cahaya membunuh penjahat yang dimiliki oleh Light membuatnya menjuluki dirinya sendiri dengan sebutan KIRA sebagai nama samaran.

Buku death note menjadi senjata utama yang dimiliki oleh Light dalam membunuh penjahat dengan cara menuliskan nama penjahat tersebut dalam buku death note. Akan tetapi seiring berjalannya waktu Light semakin tidak terkendali dan membunuh siapa saja yang dianggap menghalangi tujuannya dalam menciptakan dunia yang ideal.

Semakin dia menggunakan Death Note, Light menjadi semakin kejam dan bengkok, hingga pada titik dimana dia tidak hanya tidak memiliki empati, kasih sayang, atau cinta untuk orang lain. Light juga mengembangkan sisi manipulatif yang mengerikan, bahkan mencapai tingkat penggunaannya, keluarga dan orang-orang yang terkait dengannya untuk mencapai tujuannya dalam apa yang dia yakini adalah hal yang benar untuk dilakukan, untuk membersihkan dunia dari semua kejahatan, tidak peduli seberapa mengerikan perbuatannya.

Pola membangun keadilan yang diterapkan oleh Light menimbulkan bentuk kejahatan baru sehingga mengundang perhatian dari detektif ternama yang dijuluki L. Sepanjang seri, Light terus-menerus berusaha menghindari kecurigaan L dan detektif lainnya sambil mempertahankan identitasnya sebagai "Kira" dan membersihkan dunia kejahatan.

Fakta bahwa Light menganggap dirinya sebagai Tuhan dan pengetahuannya tentang hukum juga berkontribusi pada gagasannya yang menyesatkan dimana muncul anggapan bahwa Light sendiri yang paling cocok untuk menghakimi umat manusia dan mengarahkan jalan moral yang benar yang ada di dalam dirinya. Pemikiran dan perilaku Light menunjukkan bahwa dirinya memiliki tingkat arogansi dan narsistik yang tinggi.

Dalam psikoanalisis, Sigmund Freud menjelaskan bahwa ego berfungsi sebagai eksekutif. Dalam memenuhi fungsi eksekutifnya, ego berusaha mengintegrasikan tuntutan-tuntutan yang saling bertentangan dari id, superego, dan dunia luar. Ego adalah bagian terorganisir dari id yang ada untuk memajukan tujuan id (Freud, 1954: 66).

Ego dengan bantuan super ego (gabungan beberapa norma yang diambil dari lingkungan sosial) berupaya untuk menjaga dan memelihara Id (dorongan alam bawah sadar) untuk menahan hasratnya. Hal ini tercermin ketika Light berupaya untuk menahan dirinya untuk menuliskan nama penjahat dalam buku death note ketika dia sedang dicurigai oleh L dan detektif lainnya.

Di sisi lain Jacques Lacan menjelaskan secara radikal bahwa hasrat tidak lagi perlu ditekan. Hasrat tersebut harus disalurkan melalui berbagai hal simbolik seperti bahasa, gesture tubuh atau ekspresi lainnya. Pemikiran Lacan ini dapat dilihat ketika Light mulai mengekspresikan hasratnya yang terlihat secara jelas ketika Light memaparkan strateginya pada Ryuk.

Selanjutnya, Lacan mengungkapkan bahwa fantasi hadir sebagai penjaga minat yang dimiliki subjek. Lacan menyebut ‘phalus’ sebagai suatu entitas yang lengkap, serba terpenuhi, atau pusat dari segala sesuatu. Kondisi yang dimaksudkan oleh Lacan ini digambarkan pada scene serial Death Note ketika Light beranggapan (berfantasi) bahwa dirinya telah menjadi Tuhan baru bagi dunia yang ideal.

Teori psikoanalitik menunjukkan bahwa orang-orang narsis sejak masa kanak-kanak, dimana diri seperti itu belum terbentuk dan karena itu libido terfokus pada diri sendiri, libido ini dialihkan ke objek eksternal setelah dipahami bahwa dia bukan pusat alam semesta, dia adalah individu seperti orang lain. Kemudian individu menerima kekurangannya, dan mulai mencari jati diri. Maka tidak heran bahwa L menyebut KIRA (Light Yagami) masih bersifat kekanak-kanakan.

Pada perkembangan (psikoanalisis) terakhir, pemikiran Gilles Deleuze dan Felix Guattari yang lebih akrab disebut sebagai “skizoanalisis” menjadi puncak bagi tokoh Arthur. Skizoanalisis ini mengamini pembebasan hasrat dan membiarkan subjek untuk larut dan menikmati kegilaannya secara total dan bebas. Skizoanalisis ini nampak jelas ketika Light Yagami secara terang-terangan membunuh penjahat dan menentang L serta detektif lainnya.

Dengan demikian, kita dapat melihat perkembangan psikoanalisis yang diungkapkan oleh Light Yagami melalui serial ‘Death Note’ ini. Dan pada akhirnya film yang cukup mengguncang psikologis penonton ini akan menimbulkan dua hal, yakni rasa benci atau respek pada sosok Light Yagami. Bagi penulis serial ini layak dijadikan referensi dalam melihat studi kasus pada masalah-masalah psikoanalisis yang tentu saja renyah bagi pemula.

Judul              : Death Note

Sutradara      : Tetsurō Araki

Tahun            : 2006

Episode         : 37 episode

Akhmad Nur Khoiri

Santri Pusat Kajian Filsafat dan Teologi