Judul              : How to Become a Tyrant

Penerbit         : Netflix

Rilis                : 9 Juli 2021

Jumlah           : 6 Episode

Mungkin beberapa dari kita sudah tidak asing dengan kata ‘tirani’. Tirani sendiri dapat diartikan sebagai suatu sistem pemerintahan yang dipimpin oleh satu orang yang kepemimpinannya bersifat sewanang-wenang, otoriter dan absolut.

Sudah banyak catatan sejarah yang memberikan kita gambaran mengenai sistem pemerintahan tirani, misal sejarah Nazi yang dipimpin oleh Adolf Hitler ataupun Uni Soviet di bawah  pemerintahan Stalin. Namun, apakah tirani terbentuk dan berlangsung sebagaimana yang telah digambarkan tersebut? Saya rasa tidak sesederhana itu.

Film berjudul “How to Become a Tyrant” telah memberikan cukup gambaran tentang bagaimana cara membangun, menjalankan dan bahkan mempertahankan suatu pemerintahan tirani. Sedangkan untuk fakta-fakta dalam pemerintahan tiran, kita disuguhkan mengenai video dokumenter para tiran, mulai dari Adolf Hitler, Saddam Husein, Idi Amin, Joseph Stalin, Muammar Khadafi hingga kediktatoran abadi di Korea Utara.

Dalam tulisan ini, saya tidak akan menjelaskan satu persatu dari berbagai tokoh yang ada pada setiap episode. Namun, saya hanya akan memaparkan secuil poin-poin penting yang ditangkap dari film tersebut. Melalui film tersebut dijelaskan bahwasanya seorang tiran merupakan individu yang memiliki sikap percaya diri dan cenderung narsistik. Sikap ini memanglah diperlukan bagi seorang tiran.

Sebab, sikap percaya diri akan memunculkan perasaan optimis bahwa dia akan dapat meraih kekuasaan yang dia inginkan. Selain itu, kecenderungan untuk berperilaku narsis dapat membantunya untuk melakukan branding tentang dirinya pada massa yang dia butuhkan.

Sebagaimana yang telah saya singgung pada paragraf sebelumnya, yang dibutuhkan oleh seorang tiran adalah massa. Hal ini sangatlah dibuthkan untuk mendapatkan basis suara atau dukungan yang mumpui di hadapan lawan-lawannya.

Adapun cara untuk mendapatkan massa adalah dengan menjual kemarahan yang ada. Dalam artian, seorang tiran harus memanfaatkan situasi (masalah) yang ada dan menunjuk salah satu pihak sebagai biang keladi dari situasi tersebut. Seorang tiran harus bersikap bahwa dia adalah bagian dari rakyat dan seolah-olah dia akan membebaskan rakyat dari ketertindasan.

Setelah mendapatkan massa yang dibutuhkan, hal yang harus dilakukan adalah membuat simbol, seragam dan hal sejenisnya. Beberapa atribut ini akan membantu seorang diktator untuk menumbuhkan rasa fanatik pada pendukungnya dalam mendukungnya.

Seorang tiran pastinya tidak dapat memimpin sendirian. Oleh sebab itu hal selajutnya yang harus dilakukan oleh seorang tiran adalah menyusun organisasi yang di isi oleh orang-orang terpercaya. Dia memerlukan organisator sebagai aktor perluasan pergerakan, tentara sebagai pengaman, asisten sebagai pengatur jadwal, serta pahlawan (orang berprestasi) sebagai branding bagi gerakan yang dilakukan.

Setelah berbagai tahap di atas telah dipenuhi, seorang tiran harus bersabar untuk menjeput momen dalam pengambil alihan kekuasaan. Dan apakah cukup berakhir di sini? Tidak semudah itu. Ketika kekuasaan sudah jatuh ke tangan seorang tiran, yang harus dilakukannya adalah mempertahankan kekuasaan tersebut. Musuh bisa saja datang dari orang-orang terdekat. Oleh sebab itu, seorang tiran harus menyingkirkan orang-orang terdekat yang berpotensi akan mengganggu kemapanannya.

Tidak cukup sampai di situ, seorang tiran harus memiliki mata-mata sebagai jaringan informasinya. Dan seorang tiran harus menunjukkan kekejamanya dalam membasmi musuh pada waktu atau momentum yang tepat. Setelah menyingkirkan lawan-lawannya, seorang tiran hendaknya menjaga nama baik kekuasaannya. Dia harus mendatangkan tokoh-tokoh ternama (baik yang pro ataupun kontra pada ideologinya) untuk mendapatkan label atau citra positif dari mereka.

Sekarang kita masuk pada bagian terpenting dari seorang Tiran. Tentu saja mereka ingin kekuasaanya tidak pernah runtuh dan hidup secara abadi, film ini menunjukan bagaimana cara membangun keabadian tersebut. Dalam membangun keabadian, seorang tiran harus menguasai sumber daya yang ada. Baik SDM (Sumber Daya Manusia) maupun SDA (Sumber Daya Alam). Dengan demikian kekayaan yang dibutuhkan seorang tiran akan berada dalam cengkramannya.

Untuk mengindari kecurigaan dari masyarakat atas apa yang telah diperbuat oleh seorang tiran, dia harus melakukan pembangunan atau perbaikan pada wilayah kekuasaannya. Hal ini akan membuat masyarakat merasa mereka tetap diperhatikan dengan pemberian surga tersebut. Dan ini juga akan mempertegas kekuasaan seorang tiran.

Untuk keberlangsungan kekuasaan tirani yang dimliki, seorang tiran harus menjaga generasi muda. Dia harus  membuat kurikulum yang mampu membuat kekuasaannya semakin langgeng. Bahkan dia terperlu ragu mengahapuskan sejarah yang ada dan menuliskan sejarah yang baru.

Hal terakhir yang harus dilakukan seorang tiran adalah membuat senjata pembunuh. Senjata ini berfungsi untuk melindungi kekuasaanya dari serangan negara luar. Dengan terpenuhinya berbagai syarat di atas akan mempertegas kekuatan dari seorang tiran. Dan seakan-akan dia telah menjadi utusan Tuhan atau bahkan dia telah menjadi Tuhan itu sendiri bagi daerah kekuasaannya.

Dalam pandangan saya, film ini sudah cukup memaparkan tentang apa itu tirani. Bahkan film ini telah membagikan strategi untuk menjadi seorang tiran. Dan hal terakhir yang paling menyedihkan dalam film adalah ungkapan bahwa ”Setiap orang dapat menjadi seorang tiran”.