Padepokan Pusat Kajian Filsafat dan Teologi Tulungagung kembali dihadiri oleh seorang tokoh terkemuka, dari UNUSIA Jakarta pada hari selasa (6/4). Beliau bukan hanya sekedar berkunjung untuk ngobrol seperti rutinitas biasa, melainkan merujuk pada acara diskusi yang Great Philosopher. Pada perbincangan tersebut beliau memberikan pengantar betapa pentingnya literasi untuk membangun ulang epistemologi ke ilmuan yang lebih baik.

Perbincangan diawali dengan pemaparan biografi beliau, Amsar A. Dulmanan atau akrab dipangil Pak Amsar, selain sebagai dosen beliau juga aktif dalam GMNU. Perbincangan kali ini begitu hangat dan menarik karena memaparkan pandangan kritis beliau terhadap generasi saat ini yang masih lemah akan keilmuan bahkan minimnya terhadap varian literatur bacaan.

Lunturnya kebebasan berpikir kritis mahasiswa zaman sekarang bisa saja disebabkan karena ada satu pihak yang dirasa terlalu mengungkung dengan argumen-argumen yang mendogma atau bahkan tendensi politik serta pimpinan yang mengikat, sehingga pihak salah satu merasa terintimidasi dan enggan untuk bersuara. Hasrat terhadap kebebasan akademik dan kebebasan berpendapat serta berekspresipun juga ditekan oleh hegemoni kultur senioritas.

Ibarat peribahasa “Bagaikan katak dalam tempurung” kalimat tersebut sudah pasti sering kita dengar, akan tetapi kelihatannya masih sedikit yang paham akan istilah tersebut. Jangan pernah untuk membatasai kemampuan dan pemikiran, serta jangan selalu merasa cukup dengan apa yang kita miliki sekarang terutama dengan ilmu pengetahuan. Karena ilmu tidak akan pernah habis dan tidak terbatas, semakin kita gali, maka semakin kita temukan. Semakin kita serap dan kuras, bukan semakin kering atau bahkan habis, tetapi justru semakin mengalir, itulah ilmu pengetahuan.

Seseorang yang selalu membatasi kemampuan serta pengetahuannya, sudah pasti dia tidak akan mempunyai banyak ilmu dan pengalaman. Rasa untuk selalu membatasi diri itulah sebenarnya dinding yang menjadikan penghambat kita, maka dari itu harus kita lebur.

Seperti halnya pendapat beliau (pak Amsar) " ...jangan membuat instusionalisasi  yg menyekat atas nama kebebasan kita berfikir. Karena sebagai cikal bakal intelektual, kebebasan wacana itu selepas-lepasnya, termasuk ketika memakai pemikiran Tuhan tidak ada, maka ungkapkan saja bahwa Tuhan itu tidak ada..."

Mulai saat ini tidak ada alasan lagi  bagi kita untuk menolak dan berpangku tangan terhadap ilmu, kita butuh usaha untuk meraihnya, jangan belenggu diri kita dengan membatasi pemikiran dan kemampuan kita, serta jangan hanya merasa puas dengan keadaan dan ilmu yang kita miliki sekarang, lestarikanlah jiwa-jiwa yang haus dan tamak terhadap ilmu dan pengetahuan.

 Bagus Setiawan

Santri Pusat Kajian Filsafat dan Teologi