Kita
mengamini bahwasanya pajak merupakan salah satu sumber pendapatan yang dimiliki
oleh negara Indonesia. Pengertian pajak sendiri adalah pendapatan negara yang
didapat melalui warga negara di mana pajak ini bersifat memaksa sebagaimana
undang-undang dan nantinya hasil pajak ini akan didistribusikan kembali secara
tidak langsung.
Pajak
sendiri memiliki berbagai jenis seperti PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), NJOP
(Nilai Jual Objek Pajak), dan lain sebagainya. PBB merupakan jenis pajak yang
dikenakan atau dipungut atas tanah dan bangunan karena terdapat keuntungan
sosial ekonomi atau manfaat bagi seseorang atau badan yang memiliki hak
atasnya. Sedangkan, pengertian NJOP sendiri adalah harta rata-rata yang
diperoleh dari hasil transaksi jual beli yang terjadi pada objek yang dikenai
pajak.
Dewasa
ini terjadi pergulatan mengenai PBB dan NJOP di wilayah Kabupaten Tulungagung.
Hal ini terjadi akibat terdapat kabar bahwasanya akan diterapkannya kebijakan
kenaikan pajak pada PBB dan NJOP. Kabar tersebut tentu saja mengundang berbagai
respon dari kepala desa yang ada di wilayah Tulungagung.
Sebagaimana
dikutip dari faktualnews.co, puluhan Kepala Desa di Tulungagung mendatangi
Kantor DPRD Tulungagung untuk mengadukan kenaikan PBB dan NJOP, pada Kamis, 4
Maret 2021. Dalam forum tersebut para KADES mengeluhakan atas kenaikan biaya
PBB dan NJOP yang dinilai memberatkan masyarakat.
Kenaikan
terjadi, menurut mereka, beberapa kali lipat dari biaya semula. Sementara,
sesuai dengan Perda Nomor 7 Tahun 2019 besaran biaya NJOP bisa dinaikkan setiap
3 tahun sekali (5/4/2021).
Walaupun mendapat tentangan dari mayoritas Kepala Desa di Tulungagung,
Pemerintah Kabupaten Tulungagung tetap ingin menikan NJOP di Kabupaten
Tulungagung. Hal ini tentu saja dilakukan bukan tanpan alasan.
Seperti yang dikutip dari Yahooberita.com, Dengan aturan baru yang dibuat, NJOP tanah sangat ditentukan oleh
lokasi. Maryoto berkeyakinan warga justru diuntungkan dengan ketetapan NJOP
tersebut, karena harga tanahnya menjadi lebih tinggi(26/3/2021).
Dalam hal ini saya memiliki sedikit perbedaan
pandangan dengan Bupati Tulungagung. Saya rasa kenaikan NJOP ini tidak tentu
menguntungkan masyarakat Tulungagung karena setiap letak geografi memiliki NJOP
yang berbeda-beda.
Selain itu, pada fakta di lapangan sang pemilik
belum pasti menjual tanahnya. Dengan kata lain hal ini bisa saja semakin
memberatkan sang pemiliki yang latar belakang ekonominya pun juga berbeda-beda.
Pandangan saya ini ternyata juga selaras dengan
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Tulungagung. Hal ini terbukti
dengan adanya seruan aksi pada Senin, 5 April 2021 yang mana kasus yang
diangkat antara lain; kenaikan SPPT PBB-P2 tahun 2021 yang meningkat secara
signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, kenaikan jumlah pajak yang tidak
proporsional, besaran stimulus yang tidak merata, dan tidak adanya sosialisasi
ke masyarakat terkait kenaikan SPPT PBB-P2.
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa ini langsung
turun aksi ke jalan di depan Gedung DPRD Tulungagung. Selang beberapa waktu,
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa ini diberikan izin untuk masuk dan melakukan
audiensi.
Adapun hasil audiensi tersebut antara lain;
stimulus yang akan diberikan tidak akan dicabut atau dikurangi dalam kurun
waktu tiga tahun, pemerintah daerah akan melaksanakan sosialisasi ke masyarakat
se-segera mungkin per-kecamatan, dan surat pernyataan keberatan akan
diselesaikan maksimal tujuh hari. Hasil audiensi ini ditanda tangani langsung
oleh Endah Inawati selaku Kepala Bapenda Kabupaten Tulungagung.
Berdasarkan dari hasil audiensi tersebut masih terdapat beberapa hal
yang harus digaris bawahi. Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa meminta supaya
stimulus yang diberikan tidak akan dicabut atau dikurangi dalam kurun waktu
tiga tahun, berdasarakan poin tersebut tampaknya mereka melupakan poin penting
dari aksi ini.
Seharusnya hasil audiensi juga memuat tentang tuntutan mengenai kenaikan
PBB dan NJOP sebagaimana yang terdapat pada pamflet seruan aksi. Karena apabila
stimulus tidak dicabut maupun dikurangi namun PBB dan NJOP tetap naik maka
tuntutan ini akan menjadi suatu hal yang sia-sia.
Selain itu, dalam pernyataan hasil audiensi tidak terdapat materai sebagai penguat perjanjian tersebut. Hal ini juga merupakan salah satu kepongahan dalam membuat suatu tuntutan. Meskipun demikian, dengan hasil audiensi ini, diharapkan Bapenda Kabupaten Tulungagung dapat kembali mengkaji situasi ekonomi masyarakat Tulungagung. Sehingga berbagai kebijakan yang diterbitkan tidak akan memberatkan masyarakat.