Melihat gejala dogmatisme agama yang kian menjalar, penting bagi kita selain mengenalkan pelajaran agama juga mengenalkan filsafat sejak dini. seringkali kita mendengar label-label sesat, kafir, pun atheis dari orang-orang yang menurut hemat saya bisa dikatakan “dungu” ketika mebicarakan filsafat.

Mereka berargumen bahwa filsafat itu dibawa oleh seorang martir yang tidak mengenal Tuhan, sehingga mereka dengan buru-buru menyimpulkan bahwa gagasan gagasan mereka sepenuhnya tidak dibimbing oleh wahyu. 

Jangan membayangkan filsafat hanya seperti harapan yang tanpa kepastian, pertanyaan pertanyaan tanpa adanya jawaban. Jangan bayangkan filsafat bisanya hanya membuat orang migrain, putus asa, dan keluar dari agama. Dogma-dogma seperti ini mari kita luruskan.

Filsafat bukan sekedar omong kosong tentang metafisika yang hanya membingungkan orang. Karena ia merupakan metode berpikir kritis-reflektif-radikal dalam menyikapi setiap keadaan.

Filsafat bukan sekedar omong kosong khatib tentang azab ketika ada gempa dan bencana karena ia adalah perangkat kritis untuk menyikapi gejala dan fenomena. Bahkan filsafat mengajarkan kita kritis sejak dalam pikiran. Al-Kindi, bapak filsafat Islam akan mengajarkan kepada kita bagaiman menyikapi, menggunakan, dan merealisasikan filsafat bagi kehidupan.

Al Kindi, Al-Kindus, memiliki nama lengkap Abu yusuf ya’kub ibn ishaq ibn shabbah ibnu Imran ibn ismail al- ash’ats ibnu qais al kindi. Lahir di kufah, Iraq sekarang tahun 801 pada masa khalifah Harun Ar Rosyid. Lahir dari suku Kindi, suku bangsawan, terpelajar, dan kaya. Masa kecilnya dilewati dengan menghafal Al Qur’an, mempelajari Bahasa Arab dan ilmu hitung seperti halnya yang dijalani oleh anak-anak lain pada zamannya.

Selanjutnya Al-Kindi mendalami fiqih dan kajian keilmuan baru yaitu kalam. Akan tetapi , kecenderungan Al-Kindi lebih mengarah pada ilmu penghetahuan dan filsafat. Khususnya ketika beliau berpindah dari kufah ke Baghdad (Basri:2013)

Para sejarawan memberi julukan kepada Al-Kindi sebagai filsuf arab disebabkan dia adalah satu satunya filsuf muslim keturunan arab asli yang mempunyai nenek moyang Ya’kub ibn qahthan yang bermukim di kawasan asia selatan. 

Al-Kindi termasuk filsuf Islam yang sangat produktif. Dia telah menulis banyak karya yang meliputi berbagai macam bidang ilmu. Ibnu Nadhim mengatakan bahwa Al-Kindi telah merilis 260 judul karya seperti, Filsafat, Logika , dan Kosmologi.

Akan tetapi, sedikit saja jumlah karya Al-Kindi yang sampai ke tangan orang-orang setelahnya. Sebagian riwayat mengklaim bahwa karya-karya Al-Kindi hilang semasa kepemimpinan Khalifah Al-Mutawakkil .

Salah satu kontribusi terbesar pemikiran Al-Kindi adalah terbukanya pintu pintu filsafat bagi para ilmuwan muslim. Memang, umat muslim pada zaman dahulu amat sangat melakukan penentangan terhadap pelajaran filsafat karena mereka menghawatirkan ilmu filsafat akan semakin menjadikan berkurangnya rasa hormat terhadap Tuhan. Dan Al-Kindi mencoba membangun nilai filsafat dan mendesak agar menoleransi gagasan-gagasan dari luar islam.

Al-kindi (Basri:2013) secara tegas mengkritik orang yang menentang filsafat, karena memang menurut Al-Kindi filsafat adalah ilmu ke-esa-an (whdaniyyah), ilmu keutamaan (fadhilah) dan kajian apapun yang berguna bagi kehidupan manusia. 

Al-Kindi juga berpandangan bahwa tujuan para filsuf dalam berteori adalah mengetahui kebenaran yang kemudian ditindaklanjuti dengan amal perbuatan dalam tindakan. Semakin dekat manusia pada kebenaran maka sekain dekat pula mereka pada kesempurnaaan.

Orang yang mengingkari filsafat berarti mereka mengingkari kebenaran, dan tidak salah kalau dia juga ber predikat kafir walau bukan dalam arti pada umumnya. Sesungguhnya dalam keadaan apapun orang tidak bisa menolak filsafat. Jika dia menerima filsafat, Ia akan mempelajarinya.

Sedangkan jika ia menolak, dia juga harus berfilsafat untuk membangun argumen kebenaran dirinya tentang penolakan filsafat tersebut dan dia tidak sadar bahwa Argument tersebut juga termasuk dalam filsafat, yakni ilmu tentang hakekat sesuatu.

Disadari atau tidak, hasil pemikiran filsuf itu ada yang bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an. Tetapi hal itu tidak boleh dijadikan suatu pembelaan untuk menolak filsafat karena memang hal itu bisa diselesaikan dengan cara ta’wil.

Karena memang ajaran agama yang dibawa Nabi itu bukan berasal dari dirinya sendiri yang merupakan hasil dari usahanhya. Tetapi anugrah dari Allah yang diberikan kepada hamba pilihanya. Sedangkan filsafat merupakan produk usaha manusia yang memang bukan maha benar atau pun maha segala galanya.

PENULIS:

Zainal Hidayat

Pusat Kajian Filsafat dan Teologi (PKFT)