TULUNGAGUNG –
Setu Legi, Lingkar Maiyah (SEGI) kembali menggelar sinau bareng dengan
mengambil tema “Sinamun Ing Samudono”. Bertempat di desa Boyolangu
Tulungagung, tepatnya di rumah Bapak Wawan Susetya salah satu pegiat
maiyah sekaligus budayawan asal Tulungagung, pada Jumat (27/9/2019).
“Sinau bareng seperti ini sudah berlangsung
hampir tiga tahun lamanya. InsyaAllah Desember nanti sudah berjalan tiga tahun”.
Tutur Wawan Susetya.
Tepat pukul
22.00 WIB acara dimulai dengan membaca wirid padhang mbulan secara
bersama-sama, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan tema yang telah ditentukan
sebelumnya. Tema sinamun ing samudana ini
diambil dari ungkapan budaya Jawa yang sangat khas, jika dilanjutkan ungkapan
itu berbunyi “sinamun ing samudana, sesadon ing adu manis” yang
berarti seseorang yang berpenampilan secara samar dengan memperlihatkan
ekspresi wajah ceria.
Ungkapan
tersebut bisa dilihat dari berbagai sudut pandang artinya ungkapan itu bisa
bermakna negatif dan positif. Negatif apabila digunakan seseorang hanya untuk
mengelabui orang lain dengan tujuan memperlancar siasat buruknya.
Namun, ungkapan
itu bisa bermakna positif apabila digunakan seseorang dalam kondisi tertentu.
Misalnya, kita sedang marah terhadap teman kita akan tetapi kita memasang wajah
yang biasa-biasa saja dengan tidak menunjukkan ekspresi wajah marah, meski
sebenarnya kita berhak membalas perilaku itu. Dalam hal ini merupakan sebuah
pertanda bahwa kita memiliki keluasan hati.Budaya Jawa yang luhur mengajarkan
seseorang untuk memiliki keluasan hati dalam pergaulan.
Wawan Susetya
menegaskan, “sinamun ing samudana ini sebenarnya ungkapan yang bermakna
positif, artinya seseorang yang bersikap manis di luar, manis di hati. Berbeda
dengan lamis samudana yang berarti manis di luar, buruk di hati.”
Lebih lanjut,
forum ini berlangsung santai para jemaah menikmati atmosfer kemesraan satu sama
lain sesekali sambil menikmati gorengan, menyulut sebatang rokok dan menikmati
segelas kopi atau pun teh, kemudian ada yang berkelakar sehingga sinau
bareng tidak berlangsung tegang. Dalam hal ini, siapa pun bebas mengemukakan
gagasannya tanpa harus dibatasi oleh suatu aturan yang mengikat.
Dhiya’, salah satu penggagas tema sinamun
ing samudana, berpendapat bahwa tema tersebut sangat relevan
dengan seluruh kejadian penting dalam hidup. ”Semua kejadian-kejadian
penting dalam hidup kita ini, baik yang lalu maupun akhir-akhir ini, semua
tidak lepas dari fenomena sinamun ing samudana”. Ungkapnya.
“Sebenarnya
saya lebih menitikberatkan sinamun ing samudana itu pada konotasi
yang negatif sih, meskipun sebenarnya itu ungkapan positif. Karena memang semua
arti di hidup ini telah disalahartikan”. Imbuhnya.
Kemudian sinau bareng ini ditutup dengan mengucapkan Hasbunallah Wa Ni’mal Wakil Ni’mal Maula Wa ni’man Nashir secara bersama-sama. Setelah itu, jemaah makan bersama-sama menikmati jamuan yang telah disediakan.