"Kemiskinan bukanlah kejahatan maupun dosa" - Dostoyevsky

Identitas Buku

Penulis : 
George Orwell

Penerjemah : Dewi Kharisma Michellia

Penerbit : OAK

Jumlah Halaman : 272

ISBN 978-602-72536-0-5

 

George Orwell memang seorang sastrawan yang piawai menggambarkan realitas sosial yang ada disekelilingnya, sebagai novelis, karya-karyanya senantiasa melekat pada sisi-sisi humanisme yang sedang gencar-gencarnya dikampanyekan saat itu, ia mengkritik segala sisi antagonisme dalam percaturan politik global, entah kapitalisme, komunisme maupun fasisme.

Ia yang bernama asli Eric Arthur Blair, hidup dan lahir dari kelas bangsawan Inggis, menempuh serangkaian pengalaman hidup dari puing-puing tragedi paska-perang dunia pertama dan bayang-bayang ketakutan perang dunia kedua. 

Ia terkenal dengan karya monumentalnya yang berjudul "Animal farm", sebuah novel-epik yang mengkisahkan pergolakan hewan-hewan dalam pencariannya akan kesetaraan dan persaudaraan umat binatang. 

Novel tersebut merupakan bentuk kritiknya terhadap sejarah revolusi Bolshevik Rusia, yang mana tokoh-tokoh yang digambarkannya ialah rekaan dari Lenin, Trotsky maupun Stalin. Lain hal, ia juga menulis novel yang mengantarkannya dipuncak popularitas kekusastraan Inggris, yakni "1984". 

Namun, penulis dalam hal ini akan memaparkan ulasan perihal novelnya yang paling realistis, "Down and Out in Paris and London" (Terbenam dan Tersingkir di Paris dan London" sebuah novel autobiograsifnya ketika ia hijrah ke Paris, Prancis. Selepas ia menanggalkan karir kepolisiannya di Imperal Inggris, Burma.

Novel ini memproyeksikan pergulatan batinnya ketika isi perut, isi kantong dan isi kepala terjebak pada kekosongan. Hari-harinya dihabiskan dengan menanggung rasa lapar, pakaian-pakaian lusuh yang kadangkala digadaikan demi mencicipi sepotong roti dan segelas anggur, atau lalu-lalang kesulitan seorang pengangguran dalam mencari pekerjaan.

Orwell lagi-lagi menyentuh sisi terhening dari kemanusiaa, dengan umpatannya "kau pikir hidup miskin sederhana, nyatanya hidup miskin sangat rumit", pengalaman-pengalaman "menjadi" miskin menggerakkan tubuhnya dari berbagai macam permasalahan yang datang-hilang silih berganti.

Kemiskinan menghabtarkan manusia menuju kepura-puraan pada takaran sosial, seseorang harus hidup njelimet dengan berbagai topeng untuk menutupi permasalahan tersebut, biaya sewa yang harus dibayar tepat pada tanggalnya, makan sehari-hari yang tak pasti, biaya beli rokok, biaya mandi, biaya eksistensi bahkan dan puncaknya, kemiskinan menumpulkan akal.

Gumamnya "kemiskinan membuat manusia tak mampu berpikir" atau lebih ekstrim lagi, "kemiskinan menghapus masa depanmu", lika-liku tersebut memang benar-benar ia alami dalam keterpurukannya ketika hidup di Paris.

Dalam penarasian tokoh-tokohnya, Orwell memperkaya tokoh dengan berbagai ciri khas yang unik-eksentri, tokoh "Aku" digambarkan sebagai manusia yang naik-turun dalam mengemban nasib, punya sedikit keahlian dalam menulis, tapi oleh temannya, Boris, dengan lucunya ditertawakan "Menulis itu omong kosong. Hanya ada satu cara untuk menghasilkan uang dari menulis: kau harus menikahi anak pemilik penerbit".

Ada pula tokoh-tokoh lain seperti Charlie, Madam F, R dan lain sebagainnya yang hidup dan menghidupi cerita-cerita dalam novel ini, tentang bagaimana cara kemiskinan menundukkan, menindas dan menyembelih manusia

Orwell memang berkutat pada alur pengembangan tokoh-tokohnya secara perlahan, seperti roda yang senantiasa berputar, seringkali si "Aku" memiliki beberapa uang, yang cukup untuk makan dan membayar sewa, tetapi takdir buruk kadang menghampirinya, uang setumpuk datang sesaat dan lenyap secepat kilat.

Boris pun demikian, kawan karibnya seperjuangan dalam kemiskinan itu yang seorang mantan prajurit Rusia, menggembala dirinya dalam ruang-ruang kotor penuh kekurangan, watak-watak kebangsawanan yang sulit disingkirkan, rasa tinggi hati dalam memilih pekerjaan membawanya berdialektika dengan realitas. 

Sisi-sisi teologis juga tergambarkan ketika Valenti ingin membeli sebungkus rokok dengan sisa uang disakunya, karena didepannya ada gambar Sainte Éloise (yang dia kira) ia malah membeli lilin dan berdoa didepannya, selepasnya ia menemukan benda yang dapat digadaikan dan akhirnya ia mendapat uang dari benda tersebut. 

Dilema lantas menghantuinya karena saking percanya dengan gambar wujud sesembahan tersebut dan ia memilih membeli lilin lagi untuk berdoa agar mendapat uang lebih, tetapi setibanya Maria, ia berkata "Itu bukan Sainte Éloise, itu gambar pelacur yang namanya sama dengan rumah sewa ini", sering kali kejenakan lahir dari kemiskinan dan kemiskinan tetaplah memiliki akhir, ucap Boris "semua akan beres pada waktunya"

Ujungnya, seperti apa yang dikatakan Orwell sendiri, "Kemenangan diraih oleh mereka yang berjuang paling lama" dan kemiskinan hanyalah sampiran dalam proses kehidupan, walau kita tahu sendiri, tak mungkin seorang Orwel hidup semiskin-miskinnya, melihat bahwa ia lahir dari status sosial yang pada takaran "cukup" dan "mapan", terlebih lagi berapa banyak royalti yang ia dapatkan dari penjualan karya-karyanya.

Mak Siten, 16 Feb 2019.

Penulis
Ahmad Kowim Sabilillah
Santri di Pusat Kajian Filsafat Dan Teologi (PKFT) Tulungagung yang sedang mengembara di kampus IAIN Tulungagung jurusan IAT.