Manusia merupakan produk budaya masyarakat di masa lalu, dimana manusia secara personal maupun kelompok tidak memiliki kebebasan untuk berkehendak atas dirinya sendiri. Konstruk bangunan social mampu mempengaruhi alam pikiran manusia sampai pada produk etika dalam berperilaku.
Kehidupan sosial merupakan alat transportasi dalam pembentukan karakter manusia. Pengaruh budaya disalurkan melalui doktrinasi yang dilakukan secara mengakar dari masa lampau hingga masa dimana sampai turun ke anak cucu mereka.
Konstruk bangunan yang dibuahkan oleh budaya socsal membuat manusia semakin jauh pada kesadaran murninya. Konstruk budaya sebut saja sebagai kurungan manusia tradisional, dan mampu mengungkung manusia sampai pada taraf pemasungan rasionalitas murni. Sehingga manusia sudah tidak mampu lagi mengenali dirinya sendiri sebagai makhluk yang mempunyai kebebasan. Dengan demikian manusia harus mampu mencapai taraf kedewasaan pikiran agar mampu melepaskan diri dari jeratan kontruksi pengetahuan yang merupakan produk doktrin budaya.
Rene Descrtes, mengatakan pikiran manusia harus bersih dari puing-puing kuno agar tidak mengalami stagnasi dalam menjalani hidupnya, dan dapat menciptakan suatu pengetahuan baru yang mampu mendobrak perubahan pada dirinya.
Puing-puing kuno yang dimaksudkan oleh Descartes dalam aliran Rasionalisme-nya, yaitu merupakan suatu gambaran mengenai konstruk budaya yang mengurung rasio manusia dari kebebasan berpikir, membuat manusia menjadi robot yang digerakkan dari masa lalu. “clear and distinctive” atau sesuatu yang jelas dan terpilah-pilah, merupakan tawaran Descartes dalam metodenya yaitu metode diskursus yakni segala pengetahuan harus satu, tanpa ada bandingannya, harus disusun menurut satu metode. Berdasarkan metode yang dipaparkan oleh Descartes menegaskan bahwa budaya merupakan sesuatu yang tidak jelas, tidak terpilah-pilah dan tanpa ada landasan berdasarkan suatu metode sehingga tidak rasional. Kontruks sosial yang di bangun tidak berdasarkan rasio akan mudah di manfaatkan manusia lain untuk menindas manusia lainnya.
Berdasarkan Tomas Hobbes dalam teorinya tentang Kontrak Sosial, bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan diri. Dengan demikian pertikaian, pertengkaran atau perang sosial tidak dapat terhindarkan, Perang sosial akan membuat manusia hidup sengsara dan hidupnya akan selalu dipenuhi oleh penderitaan. Maka dari itu diperlukan akal sehat agar setiap orang mampu melepaskan haknya untuk berbuat sesuai kehendaknya sendiri. Akal sehat ini dimaksudkan agar manusia mau bersatu membuat perjanjian untuk mentaati atau tunduk terhadap penguasa. Jadi sesuatu yang telah di sepakati tersebut bersifat tidak menjatuhkan manusia satu dengan yang lainnya dan bersifat saling menghargai hak-haknya masing-masing.
Sifat manusia yang saling berhubungan antara manusia satu dengan yang lainnya dalam kehidupan sosial membuat tatanan sosial baru, dimana kontrusi bangunan sosial yang mengungkung kebebasan manusia satu dengan yang lainnya dapat di hilangkan, sifat saling menindas, menyakiti atau merugikan antara satu dengan yang lainnya akan hilang dengan sendirinya meskipun akal sehat tidak selalu pada kesadaran murninya.
Pendiskripsian sosial oleh John Locke dalam penelitiannya tentang sensation dan reflection. sensation merupakan suatu yang dapat berhubungan dengan dunia luar, tetapi tidak dapat mengerti dan meraihnya. Sedangkan reflection adalah pengenalan intuitif yang memberikan pemahaman padan manusia. Setiap pengetahuan manusia memiliki sensation dan reflection. Walaupun demikian kebanyakan manusia lebih mengutamakan sensation.
Dalam teori Locke tentang tabularasa manusia terlahir seperti lembaran kertas putih yang kosong, dan pemahaman yang di dapatkan berdasarkan pengalaman indrawi yang didapatkanya selama perjalanan hidupnya. Maka sensation selalu menjadi yang pertama dalam suatu kehidupan manusia. Jadi sifat-sifat yang kurang memahami manusia satu dengan manusia lain sebagian besar dalam kehidupan sosial sering sekali terjadi. Dalam ranah ini sifat manusia yang lebih mendahulukan sensation lebih mudah terpengruh dan terombang ambing oleh konstruk budaya yang sifatnya menghegemoni pikiran dan akan menjadi robot yang di kendalikan oleh manusia di masa lalu selama hidupnya.
Oleh; Miftah Farid Hamka