Sumpah palapa merupakan ikrar yang diucapkan oleh Patih ternama dari kerajaan Majapahit yakni Patih ”Gajah Mada”, yang mampu menggetarkan seluruh Nusantara. Gajah Mada melontarkan sumpahnya dengan maksud mengungkapkan keinginannya untuk mempersatukan Nusantara dalam satu kekuasaan di dalamnya. Selain itu Gajah Mada juga mempunyai keinginan kuat untuk membendung pengaruh kerajaan Asia Tenggara di Nusantara. Nusantara harusnya berada di bawah kuasa kerajaan yang ada di dalamnya, bukan di kuasai oleh kerajaan lain yang ada di daratan Asia Tenggara. 

Kata “Palapa” mempunyai maksud pantang bersenang-senang sebelum keinginanya terwujud. Dengan kata lain selama hidupnya akan terus memperjuangkan satu kesatuan Nusantara dalam satu wadah perdamaian dan kemakmuran. Berbagai suku, bangsa, budaya, dan ras bukan berarti suatu halangan untuk menjadi satu karena perbedaan itu akan menjadi pertahanan yang kokoh untuk sebuah pemerintahan dan bukan menjadi alasan untuk memulai peperangan. Patih Gajah Mada berusaha memberantas keserakahan manusia yang kelak akan memecah belah Nusantara.

"Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku tidak akan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan pulau Gurun, pulau Seram, Tanjung Pura, pulau Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku takkan mencicipi palapa"

Sumpah Palapa yaitu sumpah yang telah dicetuskan oleh tokoh Majapahit yaitu Gajah Mada. Resep asli yang dicetuskan oleh tokoh besar di paruh pertama abad ke-14 itu tercatat dalam kitab Pararaton.


Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa.

Artinya: Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku tidak akan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan pulau Gurun, pulau Seram, Tanjung Pura, pulau Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku takkan mencicipi palapa.

Itulah Sumpah Palapa alias “Sumpah Gajah Mada” yang terkenal. Dalam tiap pelajaran sejarah Indonesia yang menyentuh episode Kerajaan Majapahit, nama Gajah Mada harus disebut dan dihafalkan bersama Prabu Hayam Wuruk.

Sedangkan Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan pada lambang Negara Republik Indonesia yang keberadaannya berdasarkan PP No 66 Tahun 1951, yang mengandung arti “Berbeda tetapi satu”. Semboyan tersebut menurut Prof. Soepomo, menggambarkan gagasan dasar, yakni menghubungkan daerah-daerah dan suku-suku bangsa di seluruh Nusantara menjadi “Kesatuan Raya”. Dari kata lain yaitu suatu pedoman yang dipakai oleh Negara Indonesia dengan penuh makna. Makna tersebut yaitu walaupun kita memiliki beragam-ragam budaya, tetapi tetap satu jua tanpa adanya kontradiksi antara budaya satu dengan budaya yang lain.

Merujuk pada asalnya, yaitu kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad XIV, ternyata semboyan tersebut merupakan slogan yang menekankan pentingnya kerukunan antar umat dari agama yang berbeda pada waktu itu yaitu Syiwa dan Budha. Dengan demikian konsep Bhineka Tunggal Ika yang lengkapnya berbunyi “Bhineka Tunggal Ika tanhana dharma mangrwa” merupakan kondisi dan tujuan kehidupan yang ideal dalam lingkungan masyarakat yang serba majemuk dan multi etnik .

Dalam struktur sumpah tersebut, Gajah Mada memilih tidak makan “palapa” yang menunjuk “rempah-rempah” atau simbol dari “kenikmatan duniawi”. Dalam artian, Ia berpuasa atau berpantangan diri tidak mencicipi kenikmatan duniawi. Sama halnya seperti dalam kata Jawa yaitu tirakat (tidak memakan suatu yang sifatnya memiliki nyawa) yang digunakan untuk mencari kekebalan atau semacam sesuatu yang spiritual. Ia tetap makan dan minum juga, tetapi seperlunya. Ia tidak mengumbar hawa nafsunya, walau pun posisinya sebagai Mahapatih (Perdana Menteri) memberinya peluang besar untuk bisa menikmati apapun yang dia inginkan. Ia mendisiplin dirinya dengan ketat.

Pada era modernitas panglima dari Kerajaan Majapahit “Patih Gajah Mada” menjadi tokoh nasional dan menjadi simbol nasionalime dalam persatuan Nusantara. Bagi Bangsa Indonesia terungkap empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Empat pilar tersebut salah satunya ialah Bhineka Tunggal Ika. Pilar kebangsaan tersebut di jadikan jargon Bangsa Indonesia untuk mengantisipasi berbagai ancaman eksternal maupun internal dalam menjaga keutuhan negara. Bhineka Tunggal Ika di ungkapkan pertama kali oleh Mpu Tantular yakni seorang pujangga agung dari Kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, di abad empat belas.


Sesanti tersebut terdapat dalam karyanya; kekawin sutasoma yang berbunyi ”Bhineka ika tunggal ika, tanhana dharma mangarwa”, yang artinya berbeda-beda itu satu, tak ada pengabdian yang mendua. Semboyan ini kemudian di jadikan prinsip dalam pemerintahan kerjaan Majapahit untuk mengantisipasi adanya keaneka-ragaman agama yang di peluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian. Hingga sampai sekarang semboyan tersebut di tetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masyarakat dan para pendidik bisa mengetahui arti sebenarnya dari Sumpah Palapa dalam Wadah Bhineka Tunggal Ika. Selain itu kita sebagai masyarakat Indonesia yang memakai pedoman Bhineka Tunggal Ika yang berarti beragam tata budaya, tetapi tetap satu jua yaitu Negara Indonesia. Dalam Sumpah Palapa adalah sebuah filosofis yang kental maknanya yang sama dengan Bhineka Tunggal Ika terhadap kehidupan manusia. Justru seperti itu Negara Indosia memakai pedoman tersebut. Karena agar masyarakatnya bisa hidup secara damai, adil dan sejahtera tanpa adanya pertikaian satu sama lainnya.

Oleh: Miftah Farid Hamka