Dimensi mistis adalah salah satu aspek yang selalu berkembang dalam kehidupan beragama, entah agama-agama Semitik maupun lainnya. Dalam tradisi Islam istilah mistisisme disebut juga dengan sufisme, sedangkan dalam Kristen mistisisme dikenal dengan sebutan asketisme. 

Islam adalah agama yang menyeimbangan antara aspek lahir dan batin, antara iman dan amal saleh. Nabi Muhammad SAW yang diutus untuk menyampaikan risalah Islam, tidak pernah menunjukkan sikap yang lebih menekankan salah satu dari dua aspek tersebut. Dengan kata lain, ia tidak lebih mementingkan aspek lahiriah ketimbang aspek batiniah, pun sebaliknya. Islam mengajarkan umatnya untuk menyeimbangkan (ta'adul) kedua aspek tersebut dan menjadikannya sama-sama penting dalam menjalani kehidupan dunia. 

Islam kebatinan masyarakat Jawa lebih disebut sebagai Islam kejawen; perpaduan ajaran-ajaran tasawuf Islam dengan unsur-unsur animisme, dan ajaran Hindu-Budha.

Dalam perjalanan sejarah peradaban Islam, telah terjadi pergeseran ke arah formalisme dan legalisme serba material yang menimbulkan reaksi serba lahiriah. Di mana kedua aspek yang disebutkan di atas lebih mendahulukan materi sehingga menjadi sebuah paham yang mengikat kuat dalam masyarakat dan pada saat tertentu mencapai anti klimaks yang berakibat pada pertentangan antara keduanya. Orang-orang yang lebih mementingkan aspek-aspek syari’ah, persoalan halal-haram, intelektualisme-rasional, materialisme, dan legalisme, atau yang mewakili golongan lahiriah.

Sementara bagi orang-orang yang lebih mementingkan rasa-hati, dan nilai-nilai batin, masuk dalam golongan batiniah. Tasawuf atau sufisme, berawal dari gerakan batiniah tersebut. Gerakan ini berusaha mendekatkan diri kepada Allah Sang Pencipta dengan memanfaatkan media-media yang serba batin dan rahasia. 

Sebelum Islam datang ke Indonesia, agama Islam telah mengalami perkembangan yang gemilang. Dalam bidang penalaran, umat Islam telah sanggup mewarisi dan memanfaatkan pemikiran dan falsafah Yunani, untuk memperkuat perkembangan ijtihad, baik dalam hukum Islam, ilmu kalam, dan sebagainya. Dalam mistik Islam atau tasawuf, umat Islam juga telah berhasil mengembangkan penghayatan dan pengalaman mistik yang disesuaikan dengan ajaran Islam.

Perlu diperjelas di sini bahwa yang dimaksud Islam kebatinan adalah Islam yang bersifat menonjolkan aspek-aspek batiniah ketimbang aspek lahiriah. Islam kebatinan masyarakat Jawa lebih disebut sebagai Islam kejawen; perpaduan ajaran-ajaran tasawuf Islam dengan unsur-unsur animisme, dan ajaran Hindu-Budha. Perpaduan itu melahirkan paham-paham kebatinan yang khas dan terkadang lari dari konsep tasawuf Islam sebenarnya. Ciri yang menonjol dari paham Islam kebatinan adalah antroposentrisme dan panteisme.


PENULIS: 

Miftah Farid Hamka