“Sejarah sebuah bangsa ditulis pemudanya. Jika bangsa tersebut pemudanya mati maka bangsa tersebut kehilangan sejarahnya” 
Pramoedya Ananta Toer

1 juni merupakan hari lahirnya pancasila seharusnya menjadi momen untuk merepresentasikan kembali semboyan bangsa kita yakni Bhineka Tunggal Ika. Bhineka Tunggal Ika lantas tidak muncul begitu saja tanpa suatu sebab, sebagai semboyan bangsa Indonesia yang dulunya Nusantara. Yang dimana Nusantara adalah tempat berbagai ras, suku, budaya, kepercayaan, dst. Akan tetapi bukan hanya argument itu saja yang menjadikan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa. Semboyan Bhineka Tunggal Ika adalah pemersatu bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kaya akan budaya. Untuk itu menghayati & merepresentasikan kembali nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika penting untuk dilakukan sebagai pondasi dalam mengarungi modernisasi.

Jika menilik lebih lanjut, Bhineka Tunggal Ika tidak akan lepas dari Pancasila sebagai dasar Negara. Pancasila adalah sebuah ideologi terbuka yang menerima nilai-nilai baru, namun tetap mengacu pada nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai pancasila hendaknya menjadi tendensi sikap dan moral bangsa kita, karna kandungannya yang mengajarkan nilai-nilai pluralis dan toleransi dalam bermasyarakat dan bernegara. Pancasila jangan dipahami hanya secara instrumental saja sebagai pemersatu bangsa melainkan harus dipahami juga secara substansi sebagai sumber tata nilai yang merupakan falsafah dalam berbangsa dan bernegara untuk mengatur dan mengarahkan kemana bangsa Indonesia ini akan berproses menjadi bangsa yang maju dengan nilai yang nantinya akan abadi ditangan para penerus bangsa.

Hari ini tepatnya tanggal 1 Oktober 2015 merupakan hari kesaktian pancasila, hari yang dimana pada tanggal 1 oktober ini terus diperingati oleh selurung bangsa Indonesia demi mengenang semangat dan filsafat Pancasila diterapkan. mengapa demikian? Karna peristiwa heroik pasukan militer Indonesia yang dipimpin oleh jendral Soeharto dalam menumpas PKI yang melakukan propaganda untuk menguasai Indonesia hingga membantai 11 perwira militer Indonesia atau yang lebih dikenal dengan peristiwa G30SPKI. Gerakan PKI sendiri disini salah satunya adalah ingin menganti ideologi pancasila menjadi ideologi komunis, dan sarat dari terbentuknya idiologi komunis yakni kapitalisme yang nantinya lambat laun akan menjadi komunis (epistemologi filsafat).

Menurut Antaguna, seiring perjalanan Ir. Soekarno pada era orde baru, peringatan lahirnya pancasila setiap 1 juni ditiadakan. Peringatan hari kelahiran pancasila justru digantikan dengan hari kesaktian pancasila yang rutin diperingati pada tanggal 1 oktober. Disini yang bukan menjadi permasalahan adalah rutinitas memperingati hari tersebut, melainkan bagaimana kita merefleksikan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Harapan kepada generasi muda hendaknya memacu diri kita untuk kembali mengamalkan pancasila sesuai harapan bangsa yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945. Generasi muda harus berani bersikap tegas dalam memperjuangkan kepentingan bangsa diatas segalanya termasuk kepentingan dirinya sendiri. Disitulah yang nantinya akan menjadikan generasi penerus bangsa akan berfikir ulang dan membangun mindsed berfikir kritis, rasionalis dan universal guna memajukan bangsa dan Negara Indonesia.

Pancasila yang terjadi sekarang hanya sebagai retorika dalam kebebasan dengan dalih demokrasi, karena itu dengan nilai-nilai pancasila kita berupaya untuk mensejahterakan masyarakat. Sejak kemerdekaan RI keberadaan butir-butir yang terkandung dalam pancasila belum sepenuhnya di amalkan oleh bangsa Indonesia, terbukti maraknya kompleksitas permasalahan negeri ini. Hal tersebut jika berlanjut akan menghancurkan negeri ini sendiri, untuk itu kita harus kembali ke jati diri bangsa yakni memaknai pancasila dengan merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari. Generasi muda hendaklah menjadi garda terdepan dalam mewujudkan cita-cita luhur tersebut. Cita-cita yang ingin Founding Fathers bangsa ini wujudkan yakni mempersatukan bangsa ini dari seluruh penjuru nusantara, yang dulunya meliputi wilayah-wilayah Majapahit, Singosari, Demak, dan lain sebagainya. Dengan didesak para pemuda ketika dulu saat masa-masa dimana Soekarno dan para kaum tua dibawa oleh kaum muda ke Rengas Dengklok untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dan dengan dicetuskannya idiologi bangsa Indonesia yakni Idiologi Pancasila. Seperti halnya Sumpah Palapa yang diucapkan Maha Patih Gajah Mada yakni, “aku tidak akan memakan buah pala sebelum aku mempersatukan Nusantara”. Atau bisa diartikan tidak akan bersenang-senang sebelum mempersatukan Nusantara.

Semangat yang mereka torehkan untuk kita dengan memperjuangkan harta benda, anak, istri beserta sanak saudara hakikatnya untuk kepentingan kita bangsa Indonesia. Bangsa yang akan diteruskan oleh para pemuda-pemuda masa kini dan kedepannya, bangsa yang rukun, bangsa yang gandrung akan keadilan, tanpa adanya penindasan .

Idiologi Pancasila akan membawa kedekatan kita kepada yang Maha Kuasa, seperti sila pertama, kemudian dilanjutkan sila yang kedua, sebagai manusia yang adil dan beradab (adil bisa diartikan tidak berat sebelah ataupun menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dilanjutkan dengan persatuan Indonesia sebagai sila ketiga, bahwasanya persatuan dan kesatuan yang perlu kita terapkan dan kita wujudkan. Kemudian sila keempat yakni perlulah rakyat dipimpin oleh pemimpin yang mampu merawat dan memajukan bangsa dan ikut bersama-sama mewujudkan bangsa dan Negara kearah yang berkemajuan, berkeadilan, dan menjujung tinggi kedaulatan. Yang terakir yakni sila yang kelima, mewujudkan keadilan, sikap gotong royong bekerja keras dan mampu menjaga keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dari sinilah kita sebagai generasi muda, generasi penerus bangsa yang akan meneruskan perjuanga para pendahulu. Perjuangan yang selama ini kita rasakan dan akan kita perjuangkan. Sampai kita mati dan kemudian akan diteruskan oleh generasi-generasi penerus lainya. Dan ingatlah akan semboyan kita, semboyan Bhineka Tunggal Ika, berbeda beda tetapi tetap satu jua.

Oleh: Umi Sonia